MEMBUMIKAN BUDAYA MENELITI DI BABEL


Pada bulan Januari lalu Kemendikbud melalui Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), baru saja menerbitkan peraturan yang mengharuskan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 menerbitkan karya ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan. Dalam Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 yang ditujukan kepada Rektor/Ketua/Direktur PTN/S seluruh Indonesia, Dikti mengharuskan mahasiswa program Sarjana menerbitkan makalah di jurnal ilmiah lokal. Mahasiswa program Master harus menerbitkan makalah di jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi Dikti. Adapun mahasiswa program Doktor harus menerbitkan karya ilmiah di jurnal internasional. Dan tentu saja kebijakan ini diberlakukandalam rangka upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Upaya membumikan budaya meneliti ini, sejak pertama diterbitkannya surat edaran dari Kemendikbud kepada seluruh PTN/PTS diseluruh Indonesia ternyata masih menuai berbagai kontroversi dari berbagai kalangan. Beberapa pihak perguruan tinggi pun sangat beragam nenanggapi kebijakan ini. Bagi perguruan tinggi yang pro terhadap kebijakan ini tentu menyambut baik adanya kebijakan diwajibkannya publikasi ini karena setidaknya dapat meminimalisir plagiat. Tetapi bagi perguruan tinggi yang kontra, munculya kebijakan ini harusnya dipertimbangkan secara matang dengan dalih bahwa kualitas perguruan tinggi di Indonesia tidak sama, baik dari segi SDM dosen, mahasiswa, dukungan finansial, maupun fasilitas. Terlepas dari berbagai kontroversi tersebut dalam hal ini penulis melihat persoalannya bukan terletak pada perlu atau tidaknya dikeluarkannya kebijakan ini, tetapi lebih pada persiapan masing-masing perguruan tinggi. Kesiapan perguruan tinggi dalam merespon kebijakan ini sangat berhubungan dengan kondisi SDM maupun fasilitas perguruan tinggi.

Budaya Meneliti Masih Rendah

Rendahnya mutu penelitian mahasiswa di perguruan tinggi sedikit banyak dipengaruhi oleh mutu penelitian dosennya. Oleh karenanya, dalam hal ini diharapkan Kemendikbud juga seharusnya memberikan instruksi kepada seluruh perguruan tinggi untuk terus meningkatkan kompetensi meneliti para dosen melalui diklat, seminar, ataupun workshop. Selain itu, alokasi dana untuk penelitian di Indonesia saat ini masih sangat minim yaitu hanya 1,6 persen dari APBN. Komitmen Indonesia terhadap pengembangan ilmu pegetahuan masih sangat minim jika dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia yaitu mencapai 4 persen lebih. Singkatnya, pemerintah pusat melalui Kemendikbud seharusnya dapat lebih mempertimbangkan dalam alokasi dana pengembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian. Kebijakan ini juga harusnya didukung oleh setiap pemerintah daerah agar mengalokasikan sebagian APBD mereka untuk pengembangan penelitian.

Munculnya kebijakan diharuskanya mahasiswa S-1, S-2, dan S3 mempublikasikan karya ilmiah mereka ternyata dilatarbelakangi oleh masih lemahnya budaya meneliti di perguruan tinggi, baik dikalangan dosen maupun mahasiswanya. Hasil penelitian SCImago (Kompas, 9 Desember 2010), melaporkan jumlah publikasi hasil penelitian Indonesia pada 1996-2008 lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia yang selama ini kurang dikenal kehidupan akademiknya dan menempatkan Indonesia pada posisi ke-64 dari 234 negara yang disurvei. Jumlah publikasi Indonesia pada rentang 12 tahun itu mencapai 9.194 dokumen. Publikasi ilmiah Indonesia kalah dibandingkan Arab Saudi, Pakistan, dan Banglades, masing-masing menduduki urutan ke-49, 50, dan 63. Negara penghasil publikasi ilmiah terbanyak adalah Amerika Serikat dengan 4,3 juta dokumen.

Jepang menjadi negara Asia dengan jumlah publikasi terbanyak dan menduduki urutan ketiga dunia dengan 1,2 juta dokumen. Di Asia Tenggara, jumlah publikasi penelitian Indonesia kalah dibandingkan Singapura (peringkat ke-31), Thailand (42), dan Malaysia (48). Pada 2002, publikasi penelitian ketiga negara tersebut mengalami lonjakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, publikasi penelitian Indonesia justru mengalami stagnasi hingga kini. Berangkat dari data diatas, ternyata Indonesia belum bisa secara optimal berkompetisi di tingkat global, bahkan masih jauh tertinggal dengan Negara- Negara di Asia. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat mendorong para mahasiswa dan akademisi di perguruan tinggi untuk menelurkan karya ilmiah yang berkualitas.

Potensi di Babel

Secara umum geliat penelitian khususnya di Babel tergolong masih rendah. Hal ini terlihat jarangnya para akademisi dari perguruan tinggi di Babel mempublikasikan hasil penelitiannya ke masyarakat melalui seminar atau pertemuan ilmiah lainnya. Publikasi hasil penelitian hanya sebatas intern masing-masing perguruan tinggi. Padahal potensi meneliti di Babel terbuka lebar bagi para dosen, peneliti, dan mahasiswa. Lembaga-lembaga penelitian di Babel walaupun mungkin ada, tetapi peran dan kontribusinya juga masih belum terlihat. Padahal menurut UNESCO menyatakan bahwa, budaya penelitian sebuah Negara berbanding lurus terhadap kemajuan ekonomi Negara tersebut.

Hasil satu penelitian bisa menciptakan jutaan lapangan kerja jika ditangani serius. The University of Texas contohnya, dari hasil berbagai penelitian dan inisiatif lain dari universitas, tiap tahunnya memberikan dampak 7.4 miliar dolar Amerika terhadap ekonomi lokal dan nasional dengan dibukanya pusat penelitian dan pabrik baru yang bisa membuka jutaan lapangan kerja. Berdasarkan data Dikti, saat ini terdapat 114 perguruan tinggi negeri dan 301 perguruan tinggi swasta. Ratusan perguruan tinggi tersebut bisa menjadi kekuatan ekonomi bangsa Indonesia jika mampu menelurkan penelitian dan karya ilmiah yang bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan kualitas sektor lain, seperti pendidikan.

Lantas bagaimana dengan partisipasi meneliti perguruan tinggi di Babel?. Walaupun Babel merupakan salah satu provinsi yang relatif muda tidak menutup kemungkinan untuk bisa berkompetisi menghasilkan penelitian yang berkualitas dari daerah lain. Saat ini Babel telah memiliki Universitas dan beberapa Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi-Akademi. Beberapa perguruan tinggi ini merupakan modal dalam mengembangkan budaya meneliti. Babel punya banyak objek dan permasalahan yang dapat menjadi kajian penelitian. Dalam bidang pertanian misalnya, Babel saat ini masih terkenal dengan penghasil ladanya. Universitas Bangka Belitung (UBB) dalam hal ini dapat menjadi salah satu Universitas yang concern dalam mengembangkan produksi lada melalui Research and Development (Penelitian dan Pengembangan). Dan beberapa fakultas atau jurusan yang dikembangkan di UBB setidaknya telah mempunyai relevansi dengan potensi lokal yang ada di Babel mulai dari pertanian, pertambangan, sosial budaya, ekonomi, hukum, dan lainnya. Dalam hal penguatan teknologi industri kita punya Politeknik Manufaktur (POLMAN) Timah yang diharapkan melalui penelitiannya dapat menghasilkan teknologi produksi tepat guna sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi pemerintah dan masyarakat.

Dalam bidang kesehatan, saat ini kita punya Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) yang jika hasil penelitian mereka dalam bidang kesehatan dapat dioptimalkan setidaknya dapat memberikan informasi dan gambaran bagaimana kondisi masyarakat Babel dari segi kesehatannya sehingga dalam hal ini pemerintah daerah melalui Departemen Kesehatan dapat merumuskan kebijakan dan program-program kesehatan masyarakat. Mengimbangi kemajuan global menuntut penguasaan Teknologi Informasi yang memadai. Untuk mendukung hal tersebut kita punya STIMIK yang diharapkan juga melalui hasil penelitiannya dapat bekerjasama dengan Pemda dalam mewujudkan masyarakat Babel yang melek teknologi informasi. Sedangkan dibidang pendidikan dan sosial keagamaan kita punya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang melalui hasil penelitiannya juga dapat membantu Pemda dalam rangka pembinaan dan penguatan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan.

Mengoptimalkan hasil riset atau penelitian khususnya di Babel dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan di Bumi Serumpun sebalai ini baik pembangunan SDM-nya, pembangunan ekonomi, dan infrastruktur. Mengoptimalkan hasil penelitian juga akan memberikan arah menetapkan kebijakan di Babel sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda benar-benar tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh Pemda dalam upaya membangun Babel jika budaya meneliti ini terus digalakkan dengan melibatkan peran serta perguruan tinggi di Babel. Secara birokrasi mungkin Pemda melalui Dinas Pendidikan dapat mendukung semua perguruan tinggi maupun lembaga penelitian di Babel untuk mendorong para Dosen agar terus melakukan penelitian.

Dimulai Sejak Dini

Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah pada prinsipnya bertujuan untuk melahirkan generasi muda yang mampu menjadi agent of change. Generasi muda yang membawa kemajuan bangsanya ke arah yang lebih baik. Salah satunya dengan menumbuhkembangkan minat dan bakat meneliti pada siswa-siswi. Dalam hal ini Karya Ilmiah Remaja (KIR) dapat menjadi salah satu wadah bagi siswa untuk menumbuhkembangkan minat dan bakat siswa pada penelitian. Di Babel KIR yang merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler siswa yang umumnya terdapat di SMA/K atau MA dirasa masih belum optimal. Bahkan ada beberapa sekolah yang tidak membuka ekstrakurikuler KIR ini. Karena dimungkinkan rendahnya kompetensi meneliti guru yang terdapat disekolah. Oleh karena itu, penting kiranya perguruan tinggi di Babel menjadi mitra sekolah dalam rangka peningkatan kualutas meneliti guru pembimbing KIR.

Selain itu, untuk membudayakan meneliti sejak dini Pemda melalui Dinas Pendidikan secara gradual menyelenggarakan kompetisi karya tulis ilmiah remaja mulai dari tingkat kabupaten/kota dan provinsi sampai dengan mengirim siswa-siswi terbaik Babel untuk berkompetisi di tingkat Nasional. Menumbuhkan minat meneliti juga sangat mungkin dilakukan pada jenjang pendidikan dasar seperti di SD/MI dan SMP/Mts dengan menerapkan pendekatan belajar konstruktivistik. Yaitu model belajar yang menekankan pada eksplorasi kemampuan individu dan membangun pengetahuan secara mandiri. Salah satu bentuk penugasan model belajar ini salah satunya dapat dilakukan melalui tugas proyek, investigasi, maupun mini eksperimen. Melalui tugas proyek siswa diminta untuk melakukan mini research terhadap masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa dengan cara merumuskan masalah dan melakukan observasi atau wawancara dan membuat laporan. Tentunya proses pembelajaran seperti ini harus mendapat bimbingan dari guru mata pelajaran.

Membumikan budaya meneliti di Babel diharapkan tidak hanya menjadi wacana semata, tetapi harusnya menjadi komitmen bersama perguruan tinggi maupun Pemda. Jika budaya penelitian suatu negara ternyata berbanding lurus terhadap kemajuan ekonomi suatu Negara sebgaimana yang diuangkapkan oleh UNESCO diatas, maka tidak berlebihan jika upaya membumikan budaya meneliti di Babel menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk diwujudkan. Semoga!

MEDIA BELAJAR BERBASIS ICT


MEDIA BELAJAR BERBASIS ICT

Oleh : Dinar Pratama

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Jurusan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

PENDAHULUAN

Dalam dasawarsa terakhir, bidang informasi dan telekomunikasi mengalami kemajuan khususnya untuk perangkat audiovisual, mobile phone dan komputer. Teknologi tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah mengubah cara hidup masyarakat dan berpengaruh terhadap beberapa aspek kehidupan. Hampir di segala lini kehidupan manusia sekarang telah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, salah satunya di dalam dunia pendidikan. Dewasa ini, teknologi informasi telah banyak dimanfaatkan dan dikembangkan oleh para pakar pendidikan sebagai media belajar. Proses pembelajaran tentunya tidak akan selalu berjalan dengan optimal jika tidak ditunjang dengan media yang memadai. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam Maria Ulpah menyebutkan bahwa media pembelajaran adalah alat Bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pengajar, peserta didik, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampaian pesan atau media. Jadi, sebagai alat Bantu media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran.

Oleh karena media pembelajaran sangat menentukan hasil proses pendidikan, maka guru, dosen, maupun para praktisi pendidikan mesti senantiasa membuat inovasi baru dalam penggunaan media pembelajaran. Sehingga tujuan dari penggunaan media itu sendiri dapat berjalan optimal, yaitu membantu tercapainya pembelajaran yang efektif dan efesien.

Media belajar yang memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam konteks pendidikan saat ini telah banyak diperbincangkan bahkan implementasinya juga sudah dirasakan bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran khususnya disekolah maupun di perguruan tinggi. Di Negara-negara maju seperti Amerika saat ini telah lama menggunakan teknologi informasi dalam rangka menunjang proses pembelajaran. Wahyu Purnomo dalam makalahnya menyebutkan bahwa, mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi di sekolah adalah salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Berbagai penelitian baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan ajar yang dikemas dalam bentuk media berbasi ICT dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Bersamaan dengan itu, pada generasi elearning ini, kesadaran masyarakat akan proses belajar mengajar dengan menggunakan media ICT akan semakin besar. Berangkat dari keadaan tersebut, saat ini juga merupakan waktu yang tepat untuk merangsang masyarakat agar mulai menggunakan teknologi dalam upaya pengembangan sumber daya manusia.

Berangkat dari beberapa realitas dan kemungkinan tantangan yang akan di hadapi oleh generasi kita di masa mendatang maka perlu ditumbuhkan kesadaran masyarakat, guru, dosen, maupun praktisi pendidikan untuk lebih memberi perhatian pada peningkatan kuantitas dan kualitas media pembelajaran berbasis ICT dan pemanfaatannya lebih khusus di lingkungan sekolah dan lembga pendidikan lainnya.

PENGERTIAN DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN

Istilah media berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti “antara”. Makna tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dari suatu sumber kepada penerima. Sedangkan menurut Wina Sanjaya secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Dan istilah media juga digunakan dalam bidang pendidikan, dalam hal in pengajaran. Ada banyak defenisi yang diungkapkan oleh beberapa pakar dalam mendefenisikan media pembelajaran. Berikut ini beberapa defenisi atau konsep media pembelajaran menurut para pakar. Menurut Association of Education and Communication Technology (AECT) media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran maka media dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar ke peserta didik.

Rossi and Briedle (1996) dalam Wina Sanjaya mengemukakan bahwa, media pembelajaran  adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat tersebut jika digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka dapat dikatakan sebagai media pembelajaran. Lain hal nya dengan Gerlach and Ely mengunkapkan defenisi media pembelajaran lebih luas, yaitu tidak hanya terpusat pada alat dan bahan semata, melainkan human atau manusia juga dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Gagne mengartikan media sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Selain dari pengertian diatas ada juga yang membagi defenisi media pembelajaran menjadi dua pengertian. Dalam hal ini, Daryanto membagi defenisi media pembelajaran kepada media intruksional dan media transfer informasi. Media instruksional yaitu segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan sehingga terjadi interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional tertentu. Sedangkan media transfer informasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk menyajikan/menyampaikan informasi kepada pihak lain (peserta/penerima informasi).

Dari defenisi yang telah dipaparkan para pakar diatas maka dapat disimpulakan bahwa, ada dua hal yang perlu digaris bawahi dalam mendefenisikan media pembelajaran, yaitu segala sesuatu yang berupa alat atau benda dan atau segala sesuatu yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi media pembelajaran adalah segala bentuk alat maupun media komunikasi yang dapat digunakan atau diprogram untuk mencapai tujuan dari kegiatan pembelajaran.

Telah diterangkan diawal bahwa, kedudukan ICT di era modern saat ini mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka peningkatan taraf hidup manusia. Perkembangan teknologi, baik dirasakan langsung maupun tidak manfaatnya sejauh ini telah banyak memberikan kontribusinya dalam berbagai bidang, tak terkecuali pendidikan. Dahulu pendidikan khususnya di sekolah dalam proses pelaksanaanya masih terkesan konvensional. Pendidikan masih bersifat monolog (transfer of knowladge) dan fasilitas belajar yang terkadang kurang memadai. Hal ini menyebabkan kurangnya kreativitas siswa dan guru dalam memenuhi suplemen belajar. Kini, teknologi hadir sebagai bentuk inovasi baru dalam upaya untuk meningkatan mutu pembelajaran dan pendidikan pada umumnya. Pembelajaran dengan mengoptimalkan teknologi, apapun bentuknya saat ini menjadi keharusan dalam rangka mempersiapkan SDM yang mempunyai daya saing global. Ini artinya, siswa disamping dibekali dengan ilmu pengetahuan, mereka juga hendaknya diimbangi dengan kemampuan dalam mengoperasikan dan memanfaatkan teknologi.

Berdasarkan penelitian UNESCO dan World Bank bahwa pada negara berkembang sangat diperluakan adanya perubahan pendekatan dan paradigma pembelajaran. Jika tidak demikian, negara berkembang tidak akan mampu bersaing di era ekonomi yang berlandaskan ilmu pengatahuan (knowladge economic era). Era tersebut mengharuskan pekerjanya secara cepat menemukan berbagai informasi yang diperlukan, menimbang, dan mengevaluasi informasi tersebut agar memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan tidak bias, serta mempergunakan informasi tersebut untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Pemanfaatan ICT dalam konteks pendidikan pada dasarnya lebih cenderung pada proses pembelajaran itu sendiri. Terlepas dari ada sebagian sekolah yang memanfaatkan ICT dalam bidang administrasi sekolah. Hal ini tidaklah salah, karena dengan menggunakan fasilitas ICT setidaknya manajemen pengelolaan administrasi di sekolah dapat berjalan dengan mudah, cepat, dan efesien. Sehingga pelayanan di sekolah kepada guru, siswa, orang tua siswa, dan stake holder dapat terlayani dengan optimal. Pembelajaran yang memanfaatkan ICT ini biasanya menggunakan perangkat hardware dan software dalam aplikasinya seperti, perangkat komputer yang tersambung dengan jaringan internet, LCD, projektor, CD pembelajaran, Televisi, bahkan menggunakan web atau situs-situs tertentu dalam internet.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam memanfaatkan pembelajaran yang berbasis ICT. Saat ini, telah banyak model-model pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan ICT. Diantara beberapa macam pendekatan tersebut, tentunya tidak semua dapat diterapkan sekaligus dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, pihak sekolah maupun guru harus memilih mana media belajar yang tepat sesuai dengan meteri belajar dan potensi siswa.

Dalam pembelajaran berbasis ICT, selain menggunakan perangkat komputer yang dilengkapi dengan software nya, juga untuk mendukung kinerja ICT haruslah didukung dengan jaringan internet yang memadai. Hal ini akan memungkinkan para siswa dan guru melaksanakan aktivitas pembelajaran tidak harus selalu bertatap muka secara langsung, akan tetapi bisa dengan cara online yang tekoneksi dengan jaringan internet. Pembelajaran seperti ini juga memungkinkan para siswa untuk dapat belajar lebih mandiri dan mengeksplor pengetahuan tidak hanya terpaku pada materi yang diberikan oleh guru di kelas. Para siswa dapat memanfaatkan internet untuk memperkaya materi pelajaran. Pembelajaran yang biasanya memanfaatkan internet ini dikenal dengan e-learning. Saat ini penggunaan e-learning telah banyak dikembangkan oleh beberapa sekolah, terutama pada sekolah bertaraf internesional yang dalam standar operasionalnya diharuskan menerapkan pembelajaran berbasis ICT. Dalam hal ini penulis akan memberikan sedikit gambaran dari model pembelajaran e-learning yang terdiri dari konten dan aplikasinya.

Defenisi mengenai media pembelajaran diatas dapat juga dilihat bahwa media pembelajaran mempunyai fungsi untuk mencapai proses pembelajaran yang optimal. Dan salah satu indikator tercapainya proses pembelajaran yang optimal tersebut adalah peserta didik mendapatkan pengalaman belajar. Dalam hal ini, untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi peserta didik, Edgar Dale dalam Wina Sanjaya melukiskannya dalam bentuk kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman yang dikembangkan oleh Edgar Dale ini telah secara luas dijadikan dasar dalam menentukan media atau alat Bantu apa yang sesuai dengan peserta didik agar memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Berikut ini gambar kerucut pengalaman yang dikembangkan oleh Edgar Dale :

Dari kerucut diatas dapat dilihat bahwa semakin konkrit peserta didik mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh peserta didik. Contohnya melalui pengalaman langsung. Dan sebaliknya, semakin abstrak peserta didik memperoleh pengalaman, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh peserta didik. Contohnya pengajaran yang hanya disampaikan dengan kemampuan verbal. Edgar Dale mengurutkan tingkat memperoleh pengalaman belajar dari yang paling rendah sampai ke yang paling tinggi. Semakin langsung objek yang dipelajari, maka semakin konkrit pengetahuan diperoleh. Dan semakin tidak langsung pengetahuan itu diperoleh, maka semakin abstrak pengetahuan siswa.

Mempertimbangkan kerangka pengetahuan ini, maka kedudukan komponen media pengajaran dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung. Dalam konteks ini, media dapat digunakan agar lebih memberikan pengetahuan yang konkret dan tepat serta mudah dipahami.

MODEL PEMBELAJARAN E-LEARNING

Tidak dapat dielakkan lagi perkembangan komunikasi saat ini terus berkembang dan berinovasi dalam menjawab problema kehidupan manusia sekaligus memberikan alternatif berbagai kemudahan. Menurut Budi Sutedjo, (2002 : 49), gelombang teknologi dan informasi yang berbasis internet berkembang melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

1)    Gelombang pertama, pemanfaatan TI difokuskan untuk meningkatkan produktivitas dan memperkecil biaya. Aplikasi yang digunakan antara lain, word, Excel, Power Point, dan Access.

2)    Gelombang kedua, TI difokuskan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan peralatan komputer melalui pembangunan jaringan komputer. Jaringan ini dibangun dengan cara menghubungkan computer-komputer dengan menggunakan kabel dan kartu jaringan sehingga printer, hardisk, dan eralatan lain dapat digunakan secara serempak. Jaringan ini dapat menghemat biaya investasi dan mempercepat distribusi data dan informasi.

3)    Gelomang ketiga, TI difokuskan untuk menghasilkan keuntungan lewat pembangunan system informasi. seperti pada sebuah universitas membangun jaringan system informasi pelayanan administrasi, akademik, system informasi keuangan, maupun system informasi pelayanan umum, yang kesemuanya berbasis teknologi informasi dan menguntungkan bagi pihak universitas maupun mahasiswa yang dilayani.

4)    Gelombang keempat, TI difokuskan untuk proses pengambilan keputusan dari data kualitatif. Seperti pembangunan system pendukung keputusan (DDS/Decision Suport System), bagi penerimaan pegawai, penilaian prestasi pegawai, peningkatan janjang karir pegawai, dan lain sebagainya.

5)    Gelombang kelima, TI difokuskan untuk meraih pelanggan melalui pengembangan jaringan internet. Membangun eksplorasi besar-besaran terhadap internet. Maka dalam hal ini lahirlah dalam dunia bisnis apa yang disebut electronic buesness (ebuesness) dan ecommerce. Dalam sistem pendidikan berbasis internet, apa yang disebut e-learning, e-campus, e-school, yang mampu menjangkau para pengguna jasa pendidikan baik lokal, nasional maupun global.

6)    Gelombang keenam, TI yaitu mengembangkan sistem jaringan tanpa kabel (wireless). Sistem tersebut memungkinkan seseorang mengakses internet melalui komputer yang terhubung ke telepon seluler. Bahkan internet dapat diakses langsung lewat ponsel. Gelombang inovasi ini menunjukkan bahwa TI dapat digunakan untuk komunikasi efektif dengan konsumen dan mitra kerjanya.

Dari tahapan perkembangan teknologi informasi yang berbasis internet diatas setidaknya memberikan gambaran kepada kita bahwa, TI akan terus berkembangan sesuai dengan dinamika kehidupan manusia. Setidaknya manfaat yang dapat kita ambil dari perkembangan TI ini adalah kegiatan komunikasi dan informasi akan semakin efektif dan cepat dengan adanya internet. Jarak bukan lagi menjadi suatu masalah adalam menjalin komunikasi. Kemajuan internet ini juga seharusnya dapat dimanfaatkan oleh dunia pendidikan dalam rangka peningkatan dan efesiensi proses pembelajaran. Untuk mengimbangi dan mempersiapkan SDM yang kompetitif dan punya daya saing global, tentunya penguasaan TI khususnya internet menjadi suatu keharusan.

Menurut Suhariyanto dalam makalahnya ” Pembelajaran Berbasis ICT”, mengungkapkan bahwa, tanggung jawab sekolah dalam memasuki era globalisasi baru ini yaitu harus menyiapkan siswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Kemampuan untuk berbicara bahasa asing dan kemahiran komputer adalah dua kriteria yang biasa diminta masyarakat untuk memasuki lapangan kerja baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Kurang lebih hanya sekitar 20% sampai dengan 30% lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi, maka dengan adanya komputer yang telah merambah disegala bidang kehidupan manusia hal itu membutuhkan tanggung jawab sangat tinggi bagi sistem pendidikan kita untuk mengembangkan kemampuan berbahasa  dan kemahiran komputer bagi siswa.

Pendidikan yang selama ini sering dilakukan oleh beberapa sekolah selain telah memanfaatkan TI juga masih ada sebagian dari sekolah yang belum dapat memanfaatkan kecanggihan TI. Pola pembelajaran konvensional pada dasarnya memang masih ada yang relevan dengan kondisi saat ini. Akan tetapi, pembelajaran akan lebih bermakna jika guru ataupun dosen dapat mengoptimalkan media pembelajaran yang lebih inovatif. Dalam hal ini, pembelajaran tidak hanya terpaku dalam kelas saja. Metode pengejaran konvensional biasanya lebih cenderung stastis seperti ceramah, drill, tugas, dan mencatat. Hal ini tentu akan berdampak pada siswa yang kurang berminat dalam mengikuti pelajaran, karena metode pembelajaran yang disampaikan oleh guru tidak bervariatif sehingga menimbulkan kejenuhan bagi siswa.

Menurut Suhariyanto, ada beberapa kelemahan dalam pembelajaran yang bersifat konvensional, antara lain :

1)    Siswa sulit dalam menangkap dan memahami materi yang disampaikan dengan cara ceramah.

2)    Kurang dapat membangkitkan motivasi dan minat siswa dalam belajar.

3)    Kurang dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis dan inovatif.

4)     Siswa dipaksa untuk belajar dengan cara yang sama dan tidak bersifat pribadi.

Jelas sekali bahwa, metode pembelajaran yang bersifat konvensional terkadang kurang memberikan efek positif bagi perkembangan pola belajar siswa, mereka terkesan kurang kreatif, kritis, dan monoton dalam belajar. Dengan tidak mengenyampingkan metode pembelajaran yang bersifat konvensional maka dalam hal ini penulis akan memberikan beberapa alternatif model pembelajaran yang memanfaatkan internet untuk menunjang proses belajar mengajar.

Menurut Haughey, (1998) dalam Suhariyanto, mengungkapkan bahwa pemanfaatan internet dalam media pembelajaran dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu :

1)    Web Course, yaitu:

Penggunaan internet untuk keperluan pembelajaran, dimana seluruh bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan dan ujian sepenuhnya disampaikan melalui internet. Bentuk ini tidak memerlukan tatap muka baik untuk pembelajaran maupun evaluasi dan ujian. Proses pembelajaran sepenuhnya dilakukan melalui penggunaan e-mail, chat rooms, bulletin board dan online conference. Bentuk ini juga biasa digunakan untuk pembelajaran jarak jauh (distance education/learning). Aplikasi bentuk ini antara lain Virtual campus/university.

2)    Web Centric course, yaitu:

Sebagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan, dan latihan disampaikan melalui internet, sedangkan ujian dan sebagian konsultasi, diskusi dan latihan dilakukan secara tatap muka. Dalam bentuk ini presentasi tatap muka lebih sedikit dibandingkan penggunaan internet. Pusat kegiatan pembelajaran bergeser dari kegiatan kelas melalui kegiatan melalui internet. Sama dengan web course siswa dan guru terpisah, tetapi pada waktu-waktu yang telah ditetapkan mereka bertatap muka. Bentuk ini banyak diterapkan diperguruantinggi-perguruan tinggi yang menerapkan sistem belajar off campus.

3)    Web Enhanced Course, yaitu

Pemanfaatan internet untuk pendidikan, untuk menunjang peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran di kelas. Bentuk ini juga dikenal dengan istilah web lite course, karena kegiatan pembelajaran utama adalah tatap muka di kelas. Bentuk ini lebih dominan kegiatan tatap muka dibanding penggunaan internet sebagai media pembelajaran. Bentuk ini dirujuk sebagai langkah awal untuk menyelenggarakan pembelajaran berbasis internet, sebelum menyelenggarakan pembelajaran dengan internet secara lebih kompleks.

Dari paparan diatas dapat dipahami bahwa, penggunaan internet pada adasarnya bukan pengganti sistem pembelajaran, akan tetapi internet digunakan sebagai penunjang kegiatan belajar agar lebih berkembang dan inovatif. Tentunya guru dalam hal ini perlu punya kemampuan yang memadai dalam mengoperasikan dan memanfaatkan media internet.

DAFTAR PUSTAKA

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif:Suatu Pendekatan Teoritis dan Psikologis, Edisi Revisi (Jakarta : Rineka Cipta, 2005),

Wahyu Purnomo, Pembelajaran Berbasis ICT, Makalah, 2008, http://wahyupur.blogspot.com, diakses tanggal 17 Juli 2010

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009).

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Kepada Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenda Media Grup, 2008).

http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/media-pembelajaran.html, Diakses tanggal 19 Juli 2010

Daryanto, Panduan Proses Pembelajaran. Teori dan Praktik Dalam Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta : AV Publisher, 2009)

I Wayan Santyasa, Landasan Konseptual Media Pembelajaran, Makalah, 2007, http://edukasi.kompasiana.com, Diakses tanggal 19 Juli 2010

Eti Rocheaty, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), cetakan ketiga

Suhariyanto, Pembelajaran Berbasis ICT, (FKIP UNILA, 2009), Makalah, hlm. 17-16

<p

KNOWLADGE SOSIETY (MASYARAKAT BERPENGETAHUAN)


A. PENDAHULUAN

Memasuki abad milenium saat ini yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi telah memberikan dampak global terhadap kehidupan umat manusia dimuka bumi ini. Dalam perjalanan umat manusia pada dasarnya tidak terlepas dari peran teknologi dalam rangka membantu manusia dalam menghadapi berbagai tantangan zaman yang dinamis.

Menurut Muhammad Nuh, memberikan gambaran bahwa jika dilihat dari pendekatan antropologis perjalanan umat manusia terdiri atas beberapa era. Setiap era memiliki ikon teknologi, yaitu suatu teknologi yang bersifat generik yang dibutuhkan oleh setiap sektor kehidupan dan mampu menjadi penggerak dari sektor kehidupan itu. Masyarakatnya pun memiliki sebutan tersendiri, mulai dari masyarakat nomadik, pertanian, perdagangan, industri, dan masyarakat berpengetahuan, yang dimulai akhir abad 20 awal abad 21.

Dalam perjalanannya telah dibuktikan, bangsa yang maju ditandai dengan penguasaan terhadap ikon teknologi pada zaman itu. Pada masyarakat berpengetahuan, Information Tecnology and Comunication (ICT) menjadi suatu keharusan. Dalam bidang teknologi, Global Information Technology Rank 2008 yang dilansir baru-baru ini oleh World Economic Forum, derajat penguasaan teknologi informasi di Indonesia tergolong rendah. Indonesia berada di peringkat ke-76. Peringkat tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnnya seperti Singapura (5), Malaysia (26), Thailand (40), dan Vietnam (73). Rendahnya tingkat penguasaan teknologi berdampak pada lemahnya daya saing ekonomi Indonesia. Masih mengacu pada data World Economic Forum, daya saing ekonomi Indonesia –yang dicirikan melalui indikator pertumbuhan, institusi publik, dan teknologi– masih di bawah rata-rata. Indonesia masih bercokol di peringkat ke-54, jauh di bawah negeri jiran, Malaysia dan Thailand.

Dalam rangka membangun masyarakat yang berpengetahuan (Knowladge Sosiety) keterbukaan akan akses informasi merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh masyarakat. Menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam melalui pidatonya dalam pertemuan Konfrensi Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Indonesia (ICT for Indonesia) mengatakan bahwa masyarakat berpengetahuan merupakan implikasi dari masuknya era informasi setelah sebelumnya melalui era pertanian dan industri. Masyarakat informasi dan berbasis pengetahuan merupakan masyarakat yang menyadari kegunaan dan manfaat informasi. Masyarakat demikian memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan informasi serta menjadikan informasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan kualitas kehidupan.

Menurut Drucker (1994), knowledge society adalah sebuah masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi. Lebih lanjut Drucker menjelaskan Ciri-ciri masyarakat berpengetahuan adalah:

  • Mempunyai kemampuan akademik
  • Berpikir kritis
  • Berorientasi kepada pemecahan masalah
  • Mempunyai kemampuan untuk belajar meninggalkan pemikiran yang lama-lama dan belajar lagi untuk hal-hal yang baru
  • Mempunyai keterampilan pengembangan individu dan sosial (termasuk kepercayaan diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika, pengertian secara luas akan masyarakat dan dunia).

Jadi secara konseptual, masyarakat berpengetahuan adalah suatu kelompok masyarakat dimana anggota masyarakatnya ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dengan menguasai keterampilan dasar yang diperlukan dan mempunyai akses informasi. Dari pengertian tentang masyarakat berpengetahuan tersebut dapat dipahami bahwa, ada beberapa hal penting yang mencirikan masyarakat berpengetahuan yaitu, 1) keterbukaan masyarakat terhadap akses informasi, 2) mengembangkan keterampilan dasar, dan 3) adanya partisipasi masyarakat. Keterbukaan masyarakat terhadap akses informasi memberikan modal awal bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya. Dengan begitu, masyarakat tidak akan ketinggalan informasi dari kemjuan global yang terus berkembang. Keterampilan dasar (Skill) merupakan kompetensi pokok yang mesti terus ditingkatkan pada segenap masyarakat, mulai dari sejak usia dini bahkan sampai dewasa sekalipun. Dengan kemampuan dasar ini memungkinkan bagi masyarakat untuk dapat mengembangkan diri dan berkompetisi dalam persaingan global. Adanya partisipasi masyarakat akan memberikan penguatan pada suatu bangsa dalam membangun masyarakat berpengetahuan. Keikutsertaan masyarakat inilah yang nantinya akan memberikan dorongan internal individu untuk terus memberikan kontribusi dalam membangun masyarakat berpengetahuan.

B. PEMBAHASAN

1. Isu-Isu Dalam Membangun Masyarakat Berpengetahuan

Salah satu indikator dari maju dan berkembangnya suatu bangsa dapat dilihat dari sejauh mana pertumbuhan ekonomi suatu bangsa tersebut dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya. Negara yang kuat secara ekonomi, tentunya akan memberikan dampak positif terhadap kualitas rakyatnya. Dan sebaliknya, jika pertumbuhan ekonomi suatu bangsa rendah akan memberikan dampak negatif terhadap raknyatnya. Dalam hal ini, kemiskinan menjadi salah satu implikasi dari rendahnya pertumbuhan suatu negara. Meningkatnya angka kemiskinan suatu negara ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) dikarenakan banyak dari rakyatnya yang kekurangan gizi dan tidak dapat menikmati pendidikan yang layak.

a) Pemberdayaan Masyarakat

Terkait dengan upaya dalam membangun SDM masyarakat dalam rangka menghadapi era globalisasi ini setidaknya kita sedikit lega karena adanya konsesus global dengan berkomitmen terhadap pembangunan SDM tiap negara yang berkualitas. Dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Tujuan Pembangunan Milenium (Meillenium Development Goals, MDGs) berikrar bahwa pada tahun 2015 akan :

1.      Memberantas kemiskinan dan kelaparan

2.      Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua

3.      Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan

4.      Mengurangi tingkat kematian anak

5.      Meningkatkan kesehatan ibu

6.      Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lain

7.      Menjamin kelestarian lingkungan

8.      Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Jika melihat salah satu rumusan dalam MGDs tersebut setidaknya ada dua pilar yang menjadi perhatian utama dalam membangun masyarakat berpengetahuan, yaitu 1) pertumbuhan ekonomi, dan 2) akses pendidikan. Dan jika kedua pilar ini diwujudkan, maka upaya pembangunan masyarakat (SDM) yang berkualitas pun akan tercapai. Konsep belajar sepanjang hayat juga dapat terus dibangun untuk memberikan stimulus untuk terus berkomitmen dalam meningkatkan kemampuan diri. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga penting untuk terus diupayakan untuk membantu masyarakat mengembangkan dirinya. Pengembangan masyarakat dapat diartikan sebagai usaha yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya.

b) Pemanfaatan ICT

Selain itu juga untuk mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan, terlebih dalam konteks era digital saat ini pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi punya peran penting. Sekjen PBB Koffi Anan mengatakan bahwa, ICT sangat potensial untuk membangun bangsa yang maju. Dengan menggunakan ICT, dapat meminimalkan resiko dalam membangun bangsa. Dalam blog Padepokan Musa As Sy’arie menjelaskan bahwa beberapa studi melihat pesatnya perkembangan ICT berdampak posisitif bagi pertumbuhan ekonomi media, dan juga demokrasi, termasuk di negara-negara berkembang. Akan tetapi ada juga studi yang melihat fenomena pesatnya ICT lebih banyak merugikan, karena lebih mempertegas kesenjangan sosial, dan bahkan memapankan struktur yang sudah ada dan bersifat tidak adil.

Pesatnya kemajuan teknologi informasi ternyata tidak hanya membawa dampak positif bagi masyarakat, tapi juga dapat menjadi ancaman tersendiri suatu bangsa. Walaupun demikian, dampak negatif yang akan mengancam suatu bangsa sebenarnya dapat diminimalisir dengan memberikan kesadaran etika dalam memanfaatkan ICT kepada setiap rakyatnya.  Dengan memanfaatkan ICT setidaknya masyarakat dapat terus memperbaharui informasi dan ilmu pengetahuan yang setiap saat bisa berubah. Hadirnya ICT dengan dampaknya harusnya membuat kita dapat lebih bijak dalam memanfaatkannya. Walaupun biaya yang dikeluarkan dalam menggunakan ICT relatif tinggi, tapi dimungkinkan akan memberikan kerugian yang tidak sebanding pula jika tidak menggunakan ICT.

2. Strategi Dalam Membangun Masyarakat Berpengetahuan

Untuk membangun masyarakat yang berpengetahuan diperlukan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan yang jadi pertanyaannya adalah bagaimana kita membangun masyarakat yang berpengetahuan secara efektif dan efesien. Efektif dalam artian bahwa konsep masyarakat yang berpengetahuan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri dan juga bagi kemajuan suatu bangsa. Dan efesien dalam artian bahwa biaya yang dikeluarkan sidikit tetapi mempunyai nilai manfaat yang besar. Oleh karenanya diperlukan konsep dan strategi didalam mencapainya. Ada beberapa strategi yang dapat ditenmpuh dalam rangka menciptakan masyarakat yang berpengetahuan diantaranya; Kerangka kebijakan dan aturan, akses, partisipasi masyarakat, dan keterampilan dasar.

a) Kerangka Kebijakan dan Aturan

Kerangka kebijakan dan aturan disini memungkinkan adanya dukungan dari pemrintah mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah. Dalam hal ini pemerintah merumuskan beberapa kebijakan dan atruran dalam menciptakan masyarakat berpengetahuan dapat berupa peraturan presiden/keputusan presiden atau untuk ditingkat daerah melalui peraturan daerah. Dukungan dan komitmen dari pemerintah ini penting karena menyangkut khalayak ramai, dan pada dasarnya memang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam memberikan layanan informsi kepada rakyatnya.

Seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia di tahun 1991 Mahathir Mohamad mengemukakan visinya agar Malaysia menjadi satu negara maju dalam 29 tahun ke depan. Vision 2020, begitu disebutnya, merupakan agenda nasional pembangunan jangka panjang untuk memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Malaysia. Tantangan terbesar yang harus dihadapi Malaysia untuk dapat menggapai mimpi kesuksesan di 2020 adalah perubahan masyarakat yang secara dramatis dari masyarakat agraris ke masyarakat informasi. Strategi baru yang dijalankan Malaysia adalah meletakkan landasan menghadapi era digital itu dengan mengkreasikan Multimedia Super Corridor. Visi MSC adalah mengkreasikan lingkungan multimedia yang ideal untuk berbisnis yang dapat mentransformasikan dan mengantarkan negara jiran tersebut menuju masyarakat berpengetahuan di tahun 2020.

Dalam hal komitmen dari pemerintah. Seperti yang dicontohkan Australia. Pemerintah di sana, sejak  sejak Desember 1997, berkomitmen untuk mengembangkan layanan pemerintahan secara elektronik. Targetnya, semua layanan pemerintahan yang penting akan online pada Desember 2001. Berkat komitmen pemerintah yang kuat, target tersebut tercapai. Sehingga, target dilanjutkan, yaitu meningkatkan jenis layanan online dengan berfokus pada transaksi yang interaktif antara pemerintah, publik dan sektor bisnis. Di tahun 2002, apa yang dilakukan Australia, mendapat pengakuan. Menurut laporan United Nations on E-Government, Australia dinilai berhasil memimpin di wilayah Asia Pasifik dalam transisi menuju layanan pemerintahan secara elektronik. Secara global, Australia mendapat posisi di nomor dua, di bawah Amerika Serikat.

Melihat keberhasilan dari beberapa negara maju dalam menggunakan ICT sebagai indikator pembangunan negara harusnya menjadi contoh bagi negara-negara lainnya untuk berkomitmen mendukung pemanfaatan ICT, terutama pada pemerintah. Selain itu, menjalin kemitraan juga penting dilakukan oleh pemerintah. Misalnya, membuat MoU dengan negara-negara berkembang seperti Amerika yang penerapan ICT nya sudah mapan dan juga negara-negara lain.

b) Akses

Membangun masyarakat berpengetahuan tidak cukup dengan hanya dengan merumuskan konsep-konsep, akan tetapi bagaimana konsep-konsep tersebut dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Ciri dari masyarakat berpengetahuan adalah mudahnya mengakses informasi dimanapun mereka berada. Hal ini tentunya terkait dengan persoalan infrastruktur jaringan informasi yang nantinya akan dibangun. Ada beberapa akses informasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya;

•      Perpustakaan (Umum / Universitas / Sekolah)

Dalam konteks pembangunan msyarakat berpengetahuan, perpustakaan merupakan komponen penting dalam mencari berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Menurut Janti G. Sujana salah satu kunci membangun masyarakat berpengetahuan adalah dengan perpustakaan. Salah satu bentuk kongkrit dari peran perpustakaan bisa dibuat program perpustakaan keliling untuk melayani masyarakat. Dan ini mesti ada di setiap daerah, baik di kota maupun pedesaan.

•      Cyber kafe

Mengkases informasi dalam konteks masyarakat berpengetahuan seharusnya dapat dilakukan dimana dan kapanpun berada. Dengan sifatnya yang fleksibel ini akan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat dalam mencari sumber informasi. Salah satu tempat yang nyaman dan santai dalam mengaskes informasi adalah cyber cafe. Cyber cafe merupakan konsep dimana para pengunjung cafe tidak hanya menikmati makanan yang ditawarkan, tetapi dapat juga leluasa mengakses informasi yang biasanya terhubungkan oleh jaringan internet.

•      Telecentres (pelayanan komunikasi dan informasi masyarakat)

Konsep telecentre dalam hal ini merupakan tempat dimana masyarakat dapat memperoleh bermacam-macam pelayanan komunikasi dimana bgian utama dari tujuan operator memberikan manfaat bagi masyarakat.

•      Media masa, khususnya radio

Menurut Rahim (2004), cara yang paling efektif dari segi biaya dalam mencapai komunikasi yang meresap sampai ke akar rumput dan tersebar luas adalah melalui media massa, dan terutama radio. Media tersebut sejauh ini yang paling meresap jangkauannya. Rakyat yang hidup di daerah pedesaan dalam banyak negara di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Karibia, sangat tergantung pada radio yang menghubungkan mereka dengan dunia yang lebih besar “di sebelah luar.” Oleh karena itu, media massa, dan stasiun radio khususnya, perlu berubah dari alur komersil dan sangat fokus pada rakyat pedesaan begitu juga dengan kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya. Tujuan utamanya adalah menciptakan apa yang diistilahkan “pluralisme media,” yang merefleksikan kebutuhan dari semua anggota masyarakat, dan terutama mereka yang suaranya sampai sekarang telah diabaikan.

Selain itu, untuk memberikan akses layanan informasi yang optimal bagi masyarakat perlu dibangun infrastruktur yang memadai. Untuk mengakses internet, kita banyak tergantung dari infrastruktur jaringan telekomunikasi yang tersedia. Pada awal perkembangannya teknologi internet, pengakses internet membutuhkan kabel telepon rumah untuk menghubungi penyedia jasa internet. Namun perkembangan pemasangan kabel telepon ini sangat lambat karena biaya menggelar kabel telepon yang mahal.  Kini teknologi telekomunikasi sudah lebih maju menggunakan teknologi seluler.  Tidak lagi menggunakan kabel telepon ke rumah-rumah tetapi menggunakan frekuensi radio.  Lebih murah dan sangat fleksibel karena pengguna telepon bisa berada di mana saja.

Dalam hal konektivitas dan infrastuktur ada tiga tantangan, yaitu ketersediaan akses yang mengarah ke broadband, tarif yang terjangkau bagi masyarakat serta layanan yang berkualitas bagi semua. Dalam hal lingkungan bisnis, perlu dikedepankan pemanfaatan e-commerce, e-government, e-healt maupun e-education.

c) Partisipasi

Dalam konteks pembangunan suatu bangsa tentunya partisipasi masyarakatnya menjadi prioritas paling utama. Karena masyarakatlah yang nantinya akan menjalankan program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, masyarakat tidak hanya ikut berpartisipasi saja, melainkan ikut membantu menyadarkan pemahaman masyarakat lain akan pentingnya membangun masyarakat berpengetahuan. Ini dapat dilakukan dengan memberdayakan tokoh masyarakat untuk terus berinteraksi dan membentuk kelompok – kelompok belajar.

d) Keterampilan Dasar (Skill)

Untuk membangun masyarakat berpengetahuan tentunya masyarakat minimal harus memiliki kemampuan dasar, paling tidak tingkat pendidikan masyaakat sampai pada tingkat pendidikan menengah. Pendidikan dalam hal ini menjadi isu sentral dalam menciptakan SDM yang punya keterampilan memadai. Terkait dengan upaya peningkatan SDM dapat dilakukan dengan bersinergi terhadap beberapa pihak dengan :

o  Pemerintah dan perguruan tinggi harus segera menseleksi semua program studi yang sudah termasuk kategori titik jenuh pasar. Sebaliknya membuka program-program kejuruan yang berorientasi pada pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

o   Pembelajaran hendaknya berorientasi pada kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual yang tak terpisahkan dari pengembangan kurikulum berbasis soft skills dan kurikulum berbasis kompetensi; baik lewat jalur pendidikan informal, nonformal dan formal; yang didukung dengan mutu dan kesejahteraan guru dan dosen yang berkualitas tinggi.

o   Pengembangan kemampuan daya saing dengan cara meningkatkan motivasi pembangunan dan peningkatan kesadaran dan asupan gizi untuk membentuk keluarga sehat yang ujungnya peningkatan  kesejahteraan bangsa.

  • Program festival lomba karya ilmiah dan karya inovatif dari siswa tingkat sekolah dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi harus menjadi agenda tetap dan berkelanjutan dari depdiknas dan sekolah atau perguruan tinggi masing-masing.

Terkait dengan sosial dan budaya, sumberdaya manusia Indonesia perlu mendapat literasi mengenai pemanfaatan TIK dan menggunakannya secara cerdas. Sulit rasanya bicara ICT, jika edukasi masyarakat dan pengetahuan mengenai internet tidak cukup baik. Adopsi masyarakat dan sektor bisnis terhadap pemanfaatan TIK juga perlu dikedepankan sebab hal itu merupakan ukuran kesuksesan implementasi dari saluran digital untuk masyarakat dan kalangan bisnis. Yang saat ini belum tergarap secara maksimal adalah membuat dan mengembangkan konten lokal yang mencerdaskan, menarik dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

<p

PERKEMBANGAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT)


A. Pendahuluan

Studi tentang perkembangan manusia merupakan usaha yang terus berlangsung dan berkembang.  Seiring dengan perkembangannya, studi tentang perkembangan manusia telah menjadi  sebuah disiplin ilmu dengan tujuan untuk memahami lebih dalam tentang apa dan bagaimana proses perkembangan manusia baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Perintis awal studi ilmiah perkembangan manusia adalah baby biographies, sebuah jurnal yang mencatat perkembangan awal anak. Kemudian berkembang dengan munculnya teori evolusi Charles Darwin yang pertama kali melihat perilaku bayi adalah sebuah proses perkembangan. Pada tahun 1877 Darwin mempublikasikan catatannya tentang perkembangan sensori, kognitif, dan emosi anaknya di dua belas pertama kehidupannya. (Papalia, et. al, 2008).

Sampai dengan saat ini kajian mengenai perkembangan manusia telah banyak menunjukkan manfaat yang signifikan. Dan salah satu manfaat dari berkembangnya disiplin ilmu tentang perkembangan manusia ini adalah pendidikan. Dan jika kita berbicara pendidikan tentunya unsur yang mutlak ada ialah manusia itu sendiri. Nah, dalam hal ini kajian ataupun teori-teori mengenai perkembangan manusia sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan. Memahami proses perkembangan manusia baik itu secara fisik maupun psikologis sanat berguna bagi para pendidik. Dengan begitu akan menjadi petimbangan bagi pendidik dalam memilih dan memberikan materi pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik pada tiap tingkat perkembangan tertentu. Selain itu juga, dapat memilih metode pengajaran dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan pemahaman murid-murid mereka.

Didalam makalah ini penulis akan mencoba untuk memberikan sedikit paparan mengenai perkembangan manusia mulai dari proses pembuahan sampai dengan masa tua.

B. Pengertian Perkembangan

Secara umum, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner, 1969). Beberapa psikolog membedakan arti kata ‘pertumbuhan’ dengan ‘perkembangan’, namun beberapa tidak.  Pertumbuhan bisa diartikan sebagai bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala psikologis yang muncul (Monks, Knoers, Haditono, 1982).

Di sisi lain, perkembangan juga dipandang secara menyeluruh, yang mencakup tiga aspek, yaitu:

  • Perkembangan fisik, seperti perubahan tinggi dan berat.
  • Perkembangan kognitif, seperti perubahan pada proses berpikir, daya ingat, bahasa.
  • Perkembangan kepribadian dan social, seperti perubahan pada konsep diri, konsep gender, hubungan interpersonal. (Atkinson, Atkinson, Smith, Bem, Hoeksema, 1996.)

Tentunya dalam mempelajari perkembangan manusia, seluruh aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Begitu juga dalam penggunaan di dalam konteks pendidikan, ilmu mengenai perkembangan manusia sebaiknya dikuasai secara menyeluruh agar mendukung kompetensi pendidik dalam memahami kondisi anak didiknya.

C. Teori-Teori Perkembangan Manusia

Beberapa psikolog menciptakan teori tentang perkembangan manusia yang berfokus pada beberapa hal yang berbeda. Ada beberapa teori dari beberapa psikolog yang kami pilih untuk diulas secara umum di dalam makalah ini:

1.      Sigmund Freud

Sigmund Freud adalah seorang psikolog yang terkenal dengan teori psikoanalisa. Teorinya berfokus pada dinamika alam bawah sadar manusia.

2.      Carl Jung

Carl Jung pada awalnya dianggap sebagai ‘penerus’ dari Sigmund Freud, masih dalam lingkup teori psikoanalisa. Namun pada akhirnya teori yang diciptakan Carl Jung memiliki perbedaan dengan Freud walaupun sama-sama berdasarkan pada konsep psikoanalisa.

3.      Harry Stack Sullivan

Setelah beberapa masa, teori psikoanalisa dianggap tidak memuaskan sehingga muncullah era teori sosial-psikologis. Harry Stack Sullivan adalah salah satu dari penganutnya yang terkenal dengan konsep interpersonal theory of psychiatry. Ia berfokus pada kebutuhan manusia secara sosial di dalam membuat tahapan perkembangan.

4.      Erik Erikson

Erik Erikson adalah salah satu penganut teori psikoanalisa modern. Dalam model tahapan perkembangan yang dibuatnya, ia berfokus pada krisis diri di setiap tahapan.

5.      Jean Piaget

Teori dari Jean Piaget berfokus pada kognitif manusia. Termasuk di dalamnya perkembangan kognitif manusia sejak lahir sampai dewasa.

1). Perkembangan Masa Pranatal (Pra Kelahiran)

Dalam fase perkembangan manusia (human development) fase pertama yang dilalui adalah fase pranatal. Pada fase ini manusia tumbuh dan berkembang di dalam janin sang ibu (dalam kandungan) yang berlangsung sampai pada fase kelahiran. Walaupun perkembangan manusia pada fase prenatal ini cukup singkat, yaitu kira-kira 9 bulan, namun fase ini merupakan fase terpenting dari beberapa fase perkembangan manusia lainnya. Peneitian ilmiah telah menunjukkan, bahwa terdapat sejumlah pola perkembangan penting yang terjadi pada fase ini. Sebagai contoh, calon ibu yang pada masa kehamilannya sering mengkonsumsi makanan yang beresiko terhadap janinnya seperti merokok, minum alkohol, dan mengkonsumsi obat-obatan yang berlebihan sering mengalami gangguan pada janin yang dikandungnya. Ganggauan pada janin dalam hal ini bias mengalami cacat secara fisik maupun psikis. Dan sebaliknya, jika calon ibu menghindari prilaku negatif diatas, seperti mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berprilaku positif selama mengandung maka, perkembangan dan pertumbuhan janin akan lebih optimal dan tentunya bias lebih sehat.

Perkembangan masa pranatal (pra kelahiran) dimulai pada masa pembuahan hingga kelahiran, sekitar sembilan bulan. Selama fase ini, sebuah sel tunggal tumbuh menjadi organisme, lengkap dengan sebuah otak dan kemampuan berprilaku. (Jhon W. Santrock, 2007). Pada masa prenatal tentunya janin dalam kandungan calon ibu mengalami pertumbuhan, baik mulai dari proses pembuahannya sampai pada kelahiran. Untuk lebih jelasnya berikut ini dipaparkan proses perkembangan masa pranatal menurut Elizabeth B. Hurlock (1997)

  1. Periode zigot (sejak pembuahan sampai akhir minggu kedua)

a.     Bentuk zigot sebesar kepala peniti, tidak berubah karena tidak mempunyai sumber makanan dari luar, hidupnya dipertahankan oleh kuning telur.

b.     Dengan berjalannya zigot dari tuba falopi turun ke uterus, terjadi banyak pembelahan dan zigot terbagi menjadi lapisan luar dan lapisan dalam.

c.     Lapisan luar kemudian berkembang menjadi placenta, tali pusar dan  selaput pembungkus janin. Lapisan dalam berkembang menjadi manusia baru. Lapisan ini kemudian membentuk 3 jenis jaringan, yaitu :

–          Endoderm : lapisan terdalam yang akan membentuk paru-paru, hati, sistem pencernaan dan prankreas.

–          Mesoderm : lapisan tangan yang akan membentuk tulang, otot, ginjal, pembuluh darah, dan jantung.

–          Eksoderm : yang akan membentuk kuliat, rambut, lensa mata, email gigi dan system saraf.

d.     Sekitar sepuluah hari setelah pembuahan, zigot tertanam didalam dinding uterin yang menjadi tebal seperti spon, penuh dengan pembuluh darah.

2.      Periode Embrio (akhir minggu kedua sampai akhir bulan kedua)

a.     Terbentuknya placenta, tali pusar, dan selaput pembungkus embrio yang merupakan penghubung antara embrio dan jaringan ibunya. Fungsi placenta dan tali pusar adalah mengalirkan oksigen dan zat-zat makanan dari ibu ke embrio, serta mengalirkan sisa-sisa metabolisme dari embrio ke peredaran darah ibunya.

b.     Embrio berkembang menjadi manusia dalam bentuk kecil.

c.     Embrio dikelilingi cairan amnion yang berfungsi melindungi dari bahaya benturan yang mungkin terjadi.

d.     Terjadi perkembangan besar, mula-mula di bagian kepala dan terakhir pada anggota tubuh.

e.     Semua bagian tubuh yang penting, baik bagian luar maupun dalam sudah terbentuk.

f.        Embrio mulai bergerak didalam uterus, dan terjadi gerakan-gerakan spontan dari anggota tubuh.

g.     Pada akhir bulan kedua prenatal, berat embrio rata-rata 1 1/4  ons dan panjangnya 1 1/2 inci.

3.      Periode Janin (akhir bulan kedua sampai lahir)

a.     Terjadi perubahan pada bagian-bagian tubuh yang telah terbentuk, baik dalam bentuk/rupa maupun perubahan aktual, dan terjadi perubahan dalam fungsi.

b.     Pada akhir bulan ketiga, beberapa organ dalam, cukup berkembang sehingga dapat mulai berfungsi. Denyut jantung janin mulai diketahui sekitar minggu ke lima belas.

c.     Pada akhir bulan kelima, berbagai organ dalam telah menempati posisi hampir seperti posisi didalam tubuh orang dewasa.

d.     Sel-sel saraf yang sejak minggu ketiga jumlahnya meningkat pesat selama bulan-bulan kedua, ketiga, dan keempat. Apakah peningkatan pada saat ini akan berlangsung apa tidak, bergantung pada kondisi didalam tubuh ibu.

e.     Biasanya gerak-gerak janin tampak pertama kali antara minggu kedelapan belas dan dua puluh. Kemudian meningkat cepat sampai akhir bulan ke sembilan, dimana gerakan mulai berkembang karena penuhnya pembungkus janin dan tekanan pada otak janin pada saat janin mengambil posisi kepala dibawah, didaerah pinggul, dalam persiapan untuk lahir. Gerak-gerak janin ini berlainan macamnya, yaitu menggelinding dan menendang, gerak pendek atau cepat.

f.        Pada akhir bulan ketujuh janin sudah cukup berkembang dan dapat hidup bila lahir sebelum waktunya.

g.     Pada akhir bulan kedelapan, tubuh janin sudah lengkap ternentuk.

Perkembangan fase pranatal yang dikembangkan oleh Hurlock diatas nempaknya masih terfokus pada perkembangan fisik saja. Akan tetapi, perkembangan psikis pada masa ini juga bisa dilihat. Diane E. Papalia Dkk menyebutkan perkembangan psikis pada masa prenatal ini dengan membagi ke dalam dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek psikososial. Pada aspek kognitif kemampuan untuk belajar, mengingat, dan merespon terhadap stimuli sensori mulai berkembang. Dan perkembangan psikososial janin dapat merespon kepada suara ibu dan mengembangkan rasa suka kepada suara tersebut. (Diane E. Papalia, Dkk, 2008).

Begitu rentannya perkembangan manusia pada fase pertama ini (pranatal) sehingga dalam hal ini calon ibu dituntut untuk dapat menjaga dan memperhatikan kandungannnya guna untuk meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada janin.

2) Perkembangan Masa Bayi (Infancy)

Perkembangan manusia pada masa bayi (infancy) yang dimulai pada usia 0-3 tahun merupakan tahap kedua dari perjalanan hidup manusia. Pada masa ini pertumbuhan manusia secara fisik sudah sempurna. Akan tetapi, pertumbuhan dan perubahan fisik ini akan terus berlangsung sampai akhir hidup manusia. Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis dalam perkembangan kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-dasar untuk kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan. Manusia didalam perkembangannya mengalami paling tidak dua perkembangan, yaitu perkembangan fisik maupun psikisnya. (Muhammad Baitul Alim, http://www.psikologizone.com)

John W. Santrock memberikan pengertian masa bayi yaitu, periode perkembangan yang terus terjadi dari lahir sampai sekitar usia 18 hingga 24 bulan. Masa bayi merupakan waktu ketergantungan yang ekstrem terhadap orang dewasa. Banyak aktivitas psikologis baru dimulai kemampuan bicara, mengatur indera-indera, tindakan fisik, berfikir dengan simbol, meniru, dan belajar dari orang lain. (Jhon W. Santrock, 2007)

Diane E. Papalia, Dkk mengungkapkan perkembangan fisik pada fase bayi yang meliputi, 1) Berkembangnya semua sensor dan sistem tubuh berfungsi saat lahir dengan tingkatan yang beragam. 2) Otak tumbuh dalam hal kompleksitas dan sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan. 3) Pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motorik sangat tinggi. Perkembangan kognitif meliputi, 1) kemampuan untuk belajar dan mengingat telah ada, 2) penggunaan symbol dan kemampuan untuk memecahkan masalah dikembangkan pada akhir tahun kedua, 3) pemahaman dan penggunaan bahasa berkembang dengan cepat. Sedangkan perkembangan psikososial meliputi, 1) ketertarikan kepada orang tua dan orang lain terbentuk, 2) kesadaran diri mulai terbentuk, 3) Peralihan dari ketergantungan anatomi terjadi, 3) Ketertarikan kepada anak-anak lain meningkat. (Diane E. Papalia, Dkk, 2008)

Dalam teori perkembangan juga dikenal istilah tugas-tugas perkembangan. Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan  tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.

Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:

§  Belajar berjalan

§  Belajar makan makanan padat

§  Belajar berbicara

§  Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh

§  Belajar membedakan jenis kelamin

§  Mencapai kematangan fisik

§  Membentuk konsep-konsep sederhana mengenai realitas sosial fisik

§  Belajar berhubungan secara emosional dengan orang tua, saudara kandung, dan orang lain

§ Belajar memahami hal yang baik dan buruk. (Prayitno, 2009)

3) Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal (early childhood)

Usia masa kanak-kanak awal (early childhood) adalah usia di mana anak mulai mengadakan interaksi secara sadar dengan orang lain. Masa ini biasa disebut sebagai masa prasekolah. Seperti kita ketahui, bahwa saat ini kebanyakan anak usia prasekolah di kota-kota besar mulai mengenyam pendidikan di bangku sekolah yang biasa disebut sebagai kelompok bermain/playgroup. Sebagai pendidik, kita perlu memahami aspek-aspek perkembangan dari anak di usia ini agar mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan tahapannya. Kami memilih dua aspek perkembangan yang terpenting, yaitu perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial.

– Perkembangan Kognitif

Seperti yang telah dikemukakan di awal, Jean Piaget telah membagi  perkembangan  kognitif menjadi 4 stadium utama dan beberapa sub-stadium.  Perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah berada pada stadium pra-operasional dan akan terus berlanjut sampai usia 7 tahun.

Pada stadium pra-operasional ini, anak tidak lagi bereaksi secara impulsif terhadap stimulus-stimulus melainkan dilatari dengan proses internal. Pada stadium ini anak juga mampu berpura-pura, meniru, dan mengantisipasi.

Salah satu ciri khas dari stadium ini adalah masih adanya sifat egosentris, di mana anak belum mampu untuk mengambil perspektif orang lain. Ia juga masih berpikir memusat, belum bisa melihat secara multidimensi. Selain itu, anak pada tahapan ini juga berpikir searah, tidak dapat dibalik.

– Perkembangan Psikososial

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Erikson (1985) membagi tahapan perkembangan ke dalam 13 fase berdasarkan krisis diri yang dialami di setiap tahapan perkembangan. Menurut teori tersebut, anak usia prasekolah berada di dalam tahapan inisiatif vs rasa bersalah.

Pada usia ini anak mulai memiliki kemampuan untuk merencanakan, berusaha mencapai sesuatu, dan keteguhan dalam pencapaian tugas. Di sisi lain, pada stadium ini dapat muncul rasa bersalah karena keinginan berlebihan untuk mencapai sesuatu sehingga menggunakan cara-cara yang agresif dan manipulatif. Anak di usia ini memiliki motivasi untuk belajar dan berusaha untuk tampil baik dan melaksanakan kewajibannya. Aktifitas utama dalam usia ini adalah bermain yang memiliki unsur tujuan di dalamnya. Karakteristik permainan pada usia ini adalah dramatisasi atau bermain peran. Mereka senang sekali memakai kostum dan berpura-pura menjadi orang lain yang lebih dewasa. Namun juga harus diperhatikan agar kebiasaan dramatisasi ini tidak terus berlanjut sampai dewasa karena dapat mengakibatkan seseorang terbiasa untuk merepresentasikan dirinya dalam sosok yang berbeda.

–  Permainan

Permainan adalah hal yang menyenangkan untuk anak-anak dan sekaligus memfasilitasi mereka untuk belajar. Berikut ini adalah model permainan yang cocok untuk anak usia prasekolah:

  • Buhler (1928) menyatakan bahwa permainan peranan, permainan fantasi dan permainan fiksi cocok untuk anak usia 2 – 5 tahun. Selain itu permainan konstruksi juga merupakan permainan yang cocok dan akan meningkat pada usia 5 tahun.
  • Piaget (1945) menyatakan bahwa permainan simbolis cocok untuk anak-anak setelah lepas dari tahun kedua kehidupannya. Pada permainan simbolis, anak belajar untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhannya dan keinginan-keinginannya pada kenyataan.

– Menggambar

Kellog (1926) dan Goodnow (1983) telah membuat urutan keterampilan menggambar pada anak. Anak usia 3 tahun berada pada stadium corat-coret dengan pola-pola pembagian ruang (memiliki bentuk). Kemudian keterampilan itu berkembang hingga di usia 4 tahun muncullan “kepala kaki” yang terkenal (lihat Monks, Knoers, Haditono, 1982, hal. 144-145).

4) Masa Kanak-Kanak Akhir (late childhood)

Masa anak usia 6 sampai 13 tahun disebut sebagai masa elementary school age atau masa usia sekolah dasar karena selama masa ini adalah gang age atau usia berkelompok  selain itu masa anak-anak akhir ini disebut sebagai play age atau usia bermain. Masa ini merupakan masa pertumbuhan yang relative agak lambat dibanding  masa sebelumnya. Disamping itu pertumbuhan juga bersifat relative seragam dalam berbagai aspek. Keadaan ini memungkinkan anak untuk lebih layak memperoleh keterampilan dan memperbaiki keterampilan berbicara sebagai upaya pribadi dan sosial.

Tiga ciri utama pada masa akhir (late childhood) adalah sebagai berikut:

  1. Dorongan anak untuk keluar dari rumah dan masuk kedalam kelompok sebaya (peer group)
  2. Keadaan fisik yang mendorong anak untuk masuk kedalam permainan dan perkerjaan yang membutuhkan keterampilan otot-otot
  3. Dorongan mental untuk memasuki dunia konsep-konsep, logika, simbol, dan komunikasi secara dewasa.

– Tugas –Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan pada masa ini tumbuh atas dasar ketiga dorongan ini. Dunia sosial anak pada masa ini sudah menjadi meluas, anak sudah keluar dari lingkungan keluarga dan ini telah memasuki masa sekolah. Dalam lingkup ini sekolah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan dirinya. Di sekolah anak memperoleh hubungan social secara lebih luas dan memperoleh pengalaman- pengalaman yang baru banyak mempengaruhi dan membantu proses perkembangan khususnya dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan.

Ada Sembilan tugas-tugas perkembangan pada masa ini, yaitu berikut ini :

  1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan mempelajari kehidupan fisik merupakan hal yang penting unntuk permainan dan aktivitas fisik karena hal itu mempunyai nilai yang tinggi pada masa anak-anak. Secara psikologis anak sebaya akan mengajarkanya.
  1. Membina sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai suatu organisme yang sedang berkembang
  2. belajar bergaul dengan teman sebaya
  3. Belajar berperan sebagai pria dan wanita secara tepat
  4. Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca,menulis, dan berhitung dengan baik
  5. Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan seahri-hari
  6. Mengembangkan kata hati, moral, dan skala-skala nilai
  7. mencapai kemerdekaan pribadi
  8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial

– Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan fisik pada usia kanak-kanak ditandai dengan berbagai perubahan fisisk yang berlangsung lebih lambat dibanding dengan masa sebelumnya.(masa bayi dan kanak-kanak).dari jenis kelamin umumnya anak laki-laki lebih relativ lebih tinggi dan lebih berat dibanding dengan anak perempuan, kecuali  pada masa akhir anak-anak dan menjelang memasuki remaja. Pada masa usia sekolah anak mulai kehilangan sebagian ciri-ciri “bentuk tubuh bayi” seperti proporsi tubuh (perbanding antara kepala dan badan), kegemukan, dan gerakan yang tidak terkoordinasi shingga secara umum anak tampak lebih langsing dan mendekati bentuk postur manusia dewasa. Mulai usia 6 tahun tubuh anak menjadi dua kali lebih tinggi dan lebih tinggi dan lebar dibandingkan dengan masa kelahirannya. Dada tumbuh menjadi lebih luas dan rata, sementara memberikan peluang yang lebih besar bagi anak untuk melakukan berbagai aktifitas fisik. Keadan ini sangat berkaitan dengan kebutuhan anak dalam tuntutan menyelesaikan berbagai tugas perkembangan baik yang bersifat, sosial maupun psikologis.

Perubahan lainnya yang cukup penting adalah terjadi pada struktur muka (wajah). Gigi  permanen telah tumbuh dengan sempurna menggantikan gigi ”masa bayi”, rahang tumbuh menjadi lebih kuat, dan muka bertambah dalam ukuran. Pertumbuhan fisik yang berlangsung selama masa ini mempunyai pengaruh terhadap pencapaian berbagai keterampilan baik fisik, mental maupun sosial. Beberapa jenis keterampilan yang berkembang pada masa ini, anatara lain berikut ini.

    1. ketermpilan menolong diri sendiri (self-help skill), yaitu ketermpilan untuk aktifitas diri sendiri, seperti mandi, makan, dan berpakaian.
    2. Keterampilan membantu yang bersifat social (sosial) social-help skill, yaitu ketermpilan yang diperlukan untuk membantu orang lain dalam kehidupan di masyarakat
    3. Keterampilan sekolah (school skill), yaitu berbagai keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas di sekolah, seperti membaca, menulis
    4. Ketermapilan bermain (play skill), yaitu berbagai keterampilan yang diperlukan untuk bermain sendiri ataupun bersama orang lain, seperti saling membantu, disiplin.

5) Perkembangan Masa Remaja

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

  1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
  2. Ketidakstabilan emosi.
  3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
  4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
  5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
  6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
  7. Senang bereksperimentasi.
  8. Senang bereksplorasi.
  9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
  10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

Menurut Zulkifli, (2006)  remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:

– Periode Masa Puber usia 12-18 tahun

a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:

  • Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
  • Anak mulai bersikap kritis

b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:

  • Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
  • Memperhatikan penampilan
  • Sikapnya tidak menentu/plin-plan
  • Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib

c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:

  • Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
  • Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria

– Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun

Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:

  • perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
  • mulai menyadari akan realitas
  • sikapnya mulai jelas tentang hidup
  • mulai nampak bakat dan minatnya

– Permasalahan Fisik dan Kesehatan

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

– Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang

Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.

  • Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
  • Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
  • Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
  • Cinta dan Hubungan Heteroseksual
  • Permasalahan Seksual
  • Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
  • Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama

Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:

Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.

Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.

Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.

Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.

Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.

Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.

Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.

Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah.

Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.

6) Masa Dewasa dan Tua

Perubahan fisik yang menyebabkan seseorang berkurang harapan hidupnya disebut proses menjadi tua (Monks, Knoers, Haditono, 1982). Kedewasaan seseorang memang tidak bisa diukur dengan usia, namun secara umum masa dewasa dimulai saat berakhirnya masa remaja akhir.  Hal itu biasanya ditandai dengan berakhirnya konflik-konflik dan gejolak masa remaja.

Thomae (1968) berpendapat bahwa proses menjadi tua merupakan suatu struktur perubahan yang mengandung berbagai macam dimensi, yaitu:

1.      Proses biokemis dan fisiologis dalam konteks psikofisiologis.

2.      Proses fisiologis atau timbulnya penyakit.

3.      Perubahan fungsional-biologis.

4.      Perubahan beberapa aspek kepribadian.

5.      Penstrukturan kembali dalam hal sosial psikologis yang berhubungan dengan bertambahnya usia.

6.      Perubahan sikap terhadap proses menjadi tua.

Masa rentang waktu dari setiap perubahan ini tentunya berbeda bagi setiap orang. Ada yang memiliki kesulitan pada satu dimensi tertentu sehingga mengalaminya dalam waktu yang lebih lama, ada juga yang bisa mengatasinya dengan cepat sehingga proses perubahan tersebut tidak terlalu terlihat.

Namun secara umum, Levinson, dkk (1980) membedakan fase dewasa dalam beberapa tahap:

1.      Masa dewasa awal yang terbagi dalam 3 periode:

1.1.           Periode pertama: pengenalan dengan dunia orang dewasa, berusaha membentuk struktur kehidupan (22 – 28 tahun).

1.2.           Periode kedua: pilihan struktur kehidupan lebih tetap dan stabil (28 – 33 tahun).

1.3.           Periode ketiga: fase kemantapan, menemukan tempatnya di masyarakat (33 – 40 tahun).

Usia 40 tahun ini merupaka puncak masa dewasa.

2.      Masa peralihan menuju dewasa madya/tengah baya (40 – 45 tahun)

Dalam masa ini seseorang menghadapi 3 macam tugas:

2.1.           Penilaian kembali masa lalu

2.2.           Merubah struktur kehidupan

2.3.           Proses individuasi.

3.      Masa dewasa madya (45 – 50 tahun)

Proses individuasi berlangsung sampai masa ini.

4.      Masa dewasa tengah (50 – 55 tahun)

Seringkali merupakan krisis bila seseorang tidak sepenuhnya berhasil dalam penstrukturan kembali hidupnya pada masa peralihan.

5.      Masa puncak (55 – 60 tahun)

6.      Masa dewasa akhir (>60 tahun)

Dari teori-teori yang dipaparkan di atas, kita dapat mengambil intisari yang diperlukan sebagai seorang pendidik. Jika dilihat dari karakteristiknya, tahapan masa dewasa awal adalah tahapan yang cenderung stabil dan mantap, minim akan perubahan. Perubahan baru mau tidak mau dilakukan ketika masa dewasa madya di mana keadaan fisik tidak lagi mendukung.

Sedangkan, proses pendidikan sendiri adalah suatu proses merubah atau menambah pola pikir seseorang yang untuk itu dibutuhkan kelenturan berpikir. Jika dilihat dari teori di atas, usia dewasa yang paling baik untuk mengikuti proses pendidikan formal adalah pada periode pertama masa dewasa awal. Bukan berarti setelah melewati masa itu seseorang tidak mampu lagi belajar secara formal, namun ia harus berusaha lebih untuk merubah pola alami yang terjadi pada dirinya. Misalnya, secara alami, di periode ketiga masa dewasa awal, seseorang akan merasa nyaman dengan kestabilan hidup berkeluarga dan karir yang pasti. Namun ketika ia memutuskan untuk kembali duduk di bangku kuliah, ia harus berusaha lebih keras untuk keluar dari zona nyaman tersebut dibandingkan dengan seseorang yang masih berada dalam periode pertama dewasa awal. Hal-hal seperti itu yang harus diperhatikan oleh pendidik sebagai salah satu bentuk profesionalitas yaitu keterampilan dalam memahami anak didik.

D. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas setidaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1)     Dari sisi defenisi, baik perkembangan maupun pertumbuhan punya arti yang berbeda. Perkembangan lebih cenderung kepada hal yang psikis, dan pertumbuhan lebih cenderung pada fisik.

2)     Teori-teori yang dikemukakan oleh para pakar mengenai perkembangan manusia meskipun beragam, tapi kecendrungan dari teori tersebut menitik beratkan pada proses yang ditandai dengan fase-fase tertentu.

 

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., Bem, D.J., Nolen-Hoeksema, S. Hilgard’s Introduction to Psychology, (Fort Worth:Harcourt Brace College Publishers. 1996)

Diane E. Papalia, Dkk, Human Development, terjemahan A. K. Anwar, (Jakarta : Kencana, 2008)

Jhon W. Santrock, Perkembangan Anak, terjemahan Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti, ( Jakarta : Erlangga, 2007 )

Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg. 317, 10 pgs. Diakses melalui http://ezproxy.match.edu/menu pada 9 Mei 2008

Mahasiswa S2 PAUD UNJ Tahun 2009, “Bunga Rampai Materi Perkembangan Anak Usia Dini”, Desember 2009

Muhammad Baitul Alim, Fase Perkembangan Manusia, http://www.psikologizone.com, diakses tanggal 2 Agustus 2010

Prayitno, Pendidikan Dasar Teori dan Praksis, (Padang : UNP Press, 2009 Jilid II), hal. 773

Monks, F.J., Knoers A.M.P., Haditono, Siti Rahayu, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1982)

Hall, Calvin S., Lindzey, G., Campbell, John B, Theories of Personality: Fourth Edition. (Canada: John Wiley & Sons, Inc. 1998)

Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008

 

 

 

 

Teknik Pengumpulan dan Validasi Data Kualitatif


Metode Penelitian Triangulasi

Istilah triangulasi dalam kegiatan penelitian secara umum banyak dipahami oleh sebagian kalangan hanya dapat di jumpai dalam penelitian kualitatif sebagai salah satu teknik validasi sebuah penelitian. Akan tetapi, pemahamannya tidak sesederhana yang dipahami oleh sebagian kalangan tersebut. Triangulasi akan sangat tepat penggunaannya dalam sebuah penelitian apabila kita paham konsep dari triangulasi itu sendiri, dan batasan-batasannya jika akan di implementasikan dalam sebuah penelitian. Dalam blog Eko Sanjaya Tamba’s Blog istilah triangulasi tidak hanya dipahami sebagai salah satu teknik analisis data dan teknik validasi data kualitatif, akan tetapi triangulasi dapat juga dipahami sebagai suatu teknik penelitian perpaduan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Metode penelitian dengan teknik triangulasi digunakan dengan adanya dua asumsi yaitu pertama, pada level pendekatan, teknik triangulasi digunakan karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode sekalugus yakni, metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan karena masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemhan tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang dan menanggapi suatu permasalahan. Suatu masalah jika dilihat dengan menggunakan suatu metode akan sangat berbeda jika dilihat dengan menggunakan metode yang lain. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat apabila kedua sudut pandang berbeda tersebut digunakan berbsama-sama dalam menanggapi suatu permasalahan sehingga diharapkan dapat mendapatkan hasil yang lebih lengkap dan sempurna.

Asumsi yang kedua yang mendasari penggunaan teknik triangulasi yakni, pada level pengumpulan dan analisis data. Dalam penelitian dengan menggunakan triangulasi, peneliti dapat menekankan pada metode kualitatif, metode kuantitatif atau dapat juga dengan menekankan pada kedua metode. Apabila peneliti menekankan pada metode kualitatif, maka metode penelitian kuantitatif dapat digunakan sebagai fasilitator dalam membantu melancarkan kegiatan penelitian, dan sebaliknya jika menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Teknik Pengumpulan dan Kredibilitas Data Triangulasi

Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.  Menurut Sugiyono ada tiga macam triangulasi yaitu,

1) Triangulasi sumber

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku murid, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan dan orang tuanya. Data dari ketiaga sumber tersebut, tidak bias diratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi di deskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chek) dengan ketiga sumber data tersebut.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilakan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk mestikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.

3) Triangulasi Waktu

Watu juga sering mempengruhi kredibilitas data. Data yang dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara , observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.

Tujuan penelitian kualitatif memang bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subjek terhadap dunia sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin apa yang diungkapkan informan salah, karena tidak sesuai dengan teori, dan tidak sesuai dengan hukum.

Sedangkan menurut Denzin (1978) dalam Paton mengungkapkan bahwa ada empat tipe dasar triangulasi : 1) triangulasi data – adalah penggunaan beragam sumber data dalam suatu kajian, sebagai contoh, mewawancarai orang pada posisi status yang berbeda atau dengan titik pandang yang berbeda; 2) triangulasi investigator – penggunaan beberapa peneliti atau ilmuan sosial yang berbeda; 3) triangulasi teori – penggunaan sudut pandang ganda dalam menafsirkan seperangkat tunggal data; dan 4) triangulasi metodologis – penggunaan metode ganda untuk mengkaji masalah atau program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar wawancara terstruktur, dan dokumen.

Lebih lanjut Denzin (1978) dalam Patton menerangkan bahwa logika triangulasi berdasarkan pada dasar pikiran bahwa, tidak ada metode tunggal secara mencukupi memecahkan masalah faktor penyebab tandingan. Karena setiap metode menyatakan aspek yang berbeda atas realitas empiris, metode ganda atas pengamatan haruslah dipakai, hal inilah yang disebut dengan triangulasi.

Penutup

Tringulasi dalam ditinjau dari metode penelitian merupakan gabungan dari metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dasar dari penggabungan dua metodologi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang benar-benar kredibel dan komprehensif. Sedangkan triangulasi sebagai salah satu teknik pemeriksaan data secara sederhana dapat disimpulkan sebagai upaya untuk mengecek data dalam suatu penelitian, dimana peneliti tidak hanya menggunakan satu sumber data, satu metode pengumpulan data atau hanya menggunakan pemahaman pribadi peneliti saja tanpa melakukan pengecekan kembali dengan penelitian lain. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari oleh pola piker fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang.

Daftar Bacaan 


Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, cetakan kedua, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009)

http//Eko Sanjaya Tamba.wordpress.com

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, cetakan kesebelas (Bandung : Alfabeta, 2010)

Wuih… Ada Danau Merah di Pagar Alam


Warga Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, Sabtu (4/12/2010), menemukan danau yang permukaan airnya berwarna merah dengan luas 6 hektar di perbatasan Provinsi Bengkulu atau sekitar bukit Raje Mandare.

Keberadaan danau ini juga baru dapat dijangkau dalam waktu sekitar dua hari dengan berjalan kaki melewati kawasan hutan dan bukit Rimbacandi, Kelurahan Candi Jaya, Kecamatan Dempo Selatan.

“Kami bersama rombongan 21 orang, termasuk dua paranormal, melakukan ekspedisi di kawasan Rimbacandi dengan menelusuri tebing, hutan, dan perbukitan selama dua hari baru sampai di lokasi danau merah tersebut,” kata Asmidi, warga setempat, di Pagar Alam.

Letak danau itu di sekitar perbukitan Raje Mandare, di perbatasan antara Kota Pagar Alam dan Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, yang terkenal dengan banyak simpanan sejumlah peninggalan bersejarah, termasuk candi.

Menurut dia, di daerah itu memang banyak hal yang aneh bisa ditemukan. Bukan hanya ada danau dengan air berwarna merah, melainkan juga ada lokasi yang menimbulkan aroma pandan bila malam hari.

“Namun anehnya, meskipun dilihat dari permukaan berwarna merah, tapi ketika air diambil menggunakan tangan dan diangkat ke permukaan, justru warnanya seperti biasa, bening dan jernih,” kata dia.

Selain danau merah, di hutan Raje Mandare yang penuh keanehan itu juga ada sejumlah satwa raksasa. Misalnya, kelabang dengan lebar 30 cm dan panjangnya 50 cm, burung raksasa, dan kerbau yang telinganya ada sarang lebahnya. (Sumber : http://regional.kompas.com)

Fenomena Plagiatisme


Di kalangan akademisi, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, istilah plagiat merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Istilah plagiat sering muncul dalam kegiatan penulisan di lingkungan kampus, baik itu makalah, skripsi, tesis, disertasi, maupun sebuah buku. Pengertian plagiat disini secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan meniru hasil karya orang lain dalam bentuk tulisan tanpa merubah sedikitpun tulisan atau hasil karya orang lain tersebut dengan tidak mencantumkan keterangan dari penulis atau pembuat karya aslinya. Tindakan ini tentunya merugikan si penulis atau pembuat karya aslinya. Nah, untuk meminimalisir perbuatan plagiat tersebut kita tentunya menyambut baik dengan pemerintah yang saat ini telah mengeluarkan landasan hukum yang mengatur tentang perbuatan plagiat ini. Berikut ini Permendiknas tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat.

Permendiknas ttg Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat (salinan)[1]