Artikel

IMPLEMENTASI RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

(Studi Evaluatif Terhadap Proses Pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Di SMP Negeri 2 Pangkalpinang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

Nama                          : Dinar Pratama

NIM                            : 0511012

Jurusan                      : Tarbiyah

Program Studi           : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Kepada :

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Istilah

Agar penelitian ini lebih terarah maka perlu adanya penegasan istilah, yaitu :

  1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan implementasi adalah ” pelaksanaan atau penerapan ” [1]
  2. Menurut buku Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan SBI Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SRBI) adalah :

Sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai tahap atau fase pengembangan atau peningkatan kapasitas/kemampuan atau tahap konsolidasi pada berbagai komponen sekolah untuk memenuhi indikator kinerja kunci minimal (IKKM) dan indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.[2]

B. Alasan Pemilihan Judul

Dalam upaya peningkatan mutu, efesiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini, maka pendidikan bertaraf internasional yang bermutu adalah pendidikan yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional), mempunyai relevansi, dan memiliki daya saing global.

Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai arti penting dalam memberikan informasi tentang bagaimana pelaksanaan RSBI di lingkungan SMP Negeri 2 Pangkalpinang dan merekomendasikan sejumlah kendala yang mungkin dihadapi oleh pihak sekolah seperti, terbatasnya pengetahuan kepala sekolah mengenai tata laksana Sekolah Bertaraf Internasional, kurangnya pemahaman guru mengenai peran mereka terkait kesiapan pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional, dan kurangnya sosialisasi sekolah kepada masyarakat atau stakeholder.

C. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sejatinya bukan hanya sekedar proses transfer pengetahuan (Transfer of Knowledge) belaka, atau semata mengembangkan aspek intelektual, tapi juga merupakan proses transformasi nilai dan pembentukan karakter atau kepribadian dengan segala aspeknya. Juga dalam bahasa lain, pendidikan adalah membangun budaya, membangun peradaban, bahkan membangun masa depan.[3]

Rasanya kita sepakat bahwa, untuk membangun bangsa yang maju mutlak diperlukan pendidikan yang berkualitas. Belajar dari pengalaman negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia, aspek yang paling utama mereka bangun ialah pendidikan terlebih dahulu. Harus kita akui bahwa, pelaksanaan pendidikan Nasional dari awal perkembangannya hingga sekarang sedikit banyak telah memperlihatkan kemajuannya. Meski demikian, kemajuan yang kita capai tersebut boleh dibilang belum optimal, apalagi jika dibandingkan dengan pendidikan bangsa-bangsa lain pada umumnya. Hal ini ditandai dengan belum optimalnya berbagai indikator pendidikan, baik yang bersifat makro maupun mikro.

Maka tidak berlebihan jika kita memposisikan pendidikan pada garda terdepan pembangunan suatu bangsa. Dengan kata lain, pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Terlebih dengan adanya tuntutan mengenai relevansi dan mutu dari pendidikan semakin marak diperbincangkan. Menjamurnya kemiskinan dan susahnya mendapatkan pekerjaan mengindikasikan bahwa masih lemahnya mutu pendidikan Nasional. Oleh karenanya, pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kecakapan harus diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia untuk tetap survive dalam menjalani kehidupan. Dalam kerangka inilah, pendidikan diperlukan dan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju, demikian halnya bagi masyarakat Indonesia yang memiliki wilayah yang amat luas.

Untuk bersaing ditingkat global mutlak diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan kompetitif. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal menjadi tempat yang strategis dalam mencapai tujuan pembangunan manusia. Dan dengan adanya tuntutan Undang-Undang untuk membangun SDM yang punya daya saing lokal maupun global maka, pengembangan sekolah yang bertaraf Internasional menjadi bagian terpenting dalam agenda pemerintah demi mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

Pemerintah melalui Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan tiga rencana strategis (RENSTRA) dalam jangka menengah, yaitu : 1) Peningkatan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, 2) peningkatan mutu, efesiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing, dan 3) peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraan publik.[4] Berangkat dari tuntutan globalisasi dan tujuan pemerintah yang dirumuskan dalam Rencana Strategis Jangka Menengah maka, peningkatan mutu pendidikan tidak hanya di implementasikan dalam konteks lokal, tapi juga dapat bersaing pada tingkat Internasional. Atas dasar inilah, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat 2 dan 3 mengamanatkan kepada masing-masing satuan pendidikan tingkat kota/kabupaten mengembangkan sekolah bertaraf internasional.

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah yang telah memenuhi Standar Nasional Pelayanan (SNP) pada tiap aspeknya, meliputi kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, penilaian dan telah menyelenggarakan serta menghasilkan lulusan dengan ciri keinternasionalan.[5]

Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional dikembangkan secara bertahap dengan terlebih dahulu mengembangkan sekolah rintisan.  Direktorat Pembinaan SMP bersama dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dasarnya bertugas untuk melaksanakan uji coba atau melaksanakan pembinaan awal menuju sekolah yang bertaraf internasional, yang selanjutnya secara bertahap dapat mencapai standar sekolah yang benar-benar bertaraf Internasional.

Menurut buku Panduan Pelaksanaan RSBI – SMP menerangkan bahwa “ pelaksanaan SRBI terlebih dahulu harus memenuhi beberapa karakteristik yang dijabarkan dalam indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) sebagai ciri keinternasionalannya, seperti :

a) akreditasi sekolah secara internasional, b) kurikulum yang berstandar nasional ditambah dengan kurikulum yang berstandar internasional, c) pelaksanaan pembelajaraan menggunakan TIK (Teknologi informasi dan komunikasi) dan penggunaan bahasa yang diakui di forum internasional seperti bahasa inggris, d) penilaiaan yang berstandar nasional dan diperkaya dengan standar penilaian yang berlaku di dunia pendidikan bertaraf internasional, e) tenaga pendidik yang ditunjukkan dengan pemenuhan sertifikasi kompetensi sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 dan menerapkan pembelajaran yang berbasis TIK dengan bahasa pengantar bahasa inggris, f) kemampuan kompetensi kepala sekolah dengan kualifikasi pendidikan minimal S2 dan kemampuan bahasa inggris yang baik dibuktikan dengan TOEFL 500, g) sarana prasarana yang berstandar nasional dan internasional, h) memberikan jaminan penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efesien. [6]

Selain itu juga karakteristik RSBI juga dalam penerimaan siswa-siswi baru harus dengan seleksi yang telah ditentukan oleh pihak Dirjen Manajemen Dikdasmen Pembinaan SMP. Menurut Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Pangkalpinang, Ibu Sulasminah mengatakan, “ penerimaan siswa-siswi baru disekolah ini, khusus untuk siswa RSBI harus melalui tahap seleksi yang ketat. Pola rekrutmen siswa-siswi baru untuk kelas BI berbeda dengan kelas regular. Dan salah satu materi tes untuk siswa-siswi BI adalah penguasaan bahasa Teknologi Informasi dan bahasa inggris untuk mata pelajaran MIPA. “ [7]

SMP Negeri 2 Pangkalpinang merupakan salah satu SMP di Kota Pangkalpinang yang telah menjadi RSBI setelah dilaksanakan monitoring dan evaluasi dari tim Sekolah Standar Nasional (SSN) Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas pada tahun 2006. Pelaksanaan RSBI ideal harus sesuai dengan karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional sekaligus pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi, standar kompetensi lulusan pendidikan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, biaya operasi satuan pendidikan, dan standar penilaian. Letak geografis sekolah yang strategis, lingkungan sekolah yang kondusif, dan segudang prestasi akademik maupun non akademik yang dicapai, memungkinkan sekali bagi sekolah ini menyelenggarakan RSBI. Sehingga dengan mempertimbangkan uraian diatas maka peneliti menganggap perlu melakukan penelitian dengan judul, “ Implementasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMP Negeri 2 Pangkalpinang (Studi Evaluatif Pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional). “

D. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini akan membahas tentang Pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 2 Pangkalpinang (Studi Evaluatif Pelaksanaan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional).

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :

  1. Sejauh mana pemenuhan Karakteristik Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 2 Pangkalpinang ?
  2. Bagaimana Pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 2 Pangkalpinang ?
  3. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh sekolah dalam pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang Implementasi Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional di sekolah menengah pertama ini bertujuan untuk :

  1. Menjelaskan karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional.
  2. Mengevaluasi pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 2 Pangkalpinang.
  3. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh sekolah dalam pelaksanaan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional di SMP Negeri 2 Pangkalpinang.

G. Telaah Pustaka

Dari hasil penelusuran, penulis menemukan hasil penelitian tentang Sekolah Bertaraf Internasional dengan judul “ Good Practices Pada Penyelenggaraan SMK Bertaraf Internasional (Studi Kasus di SMK Negeri 5 Surabaya dan SMK Mikael Solo) “ oleh Tri Rijanto, Dwi Winanto Hadi, dan Relisa (Dosen Universitas Negeri Surabaya). Penelitian ini bertujuan mencari praktik-praktik yang baik (good practices) melalui paradigma input, proses, output, dan outcome pendidikan. Penelitian dilakukan pada 2007 dengan latar penelitian SMK Negeri 5 Surabaya dan SMK Mikael Solo. Metode yang digunakan adalah kualitatif bersifat exploratory dan explanatory yang memfokuskan pada good practices yang dilakukan sekolah. Sebagai informan kunci adalah kepala sekolah dan informan lain adalah guru mata pelajaran normatif, adaptif, produktif, siswa, dan ketua komite sekolah. Analisis dilakukan melalui langkah-langkah reduksi data, display data, simpulan dan ferifikasi.

Penulis juga menemukan makalah yang ditulis oleh oleh Sudarmanto, S.Pd (Guru SMA Negeri 1 Tegal) dengan  judul “ Penerapan E – Learning SMA Negeri 1 Tegal Menuju Pembelajaran Digital Dalam Menyongsong Sekolah Bertaraf Internasional “. Makalah ini memberikan sebuah pengantar tentang e-Learning dan pengembangannya. Sistem e-Learning mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan jaman dengan dukungan Teknologi Informasi dimana semua menuju ke era digital, baik mekanisme maupun konten. Pengembangan sistem e-Learning sistem harus didahului dengan melakukan analisa terhadap kebutuhan dari pengguna (user needs). Sesuai dengan paradigma rekayasa sistem dan perangkat lunak, kebutuhan dari pengguna ini memiliki kedudukan tertinggi, dan merupakan dasar kreasi dan kerja pengembang. Ini semua untuk mencegah terjadinya kegagalan implementasi dari sistem e-learning yang sebagian besar diakibatkan bahwa sistem yang dikembangkan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh pengguna.

Sedangkan masalah yang ada pada penelitian penulis dengan judul “ Implementasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi Evaluatif Terhadap Proses Pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 2 Pangkalpinang) “. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif yang menggambarkan keadaan mengenai suatu objek atau permasalahan. Dalam hal ini penulis akan melihat gambaran pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMP Negeri 2 Pangkalpinang.

H. Landasan Teoritis

1. Kajian Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional pada dasarnya telah menetapkan tiga kebijakan pokok dalam membangun kualitas pendidikan nasional, meliputi : “1) perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, 3) peningkatan govermance dan akuntabilitas pengeloaan pendidikan ”.[8] Pembenahan kualitas pendidikan tidaklah cukup hanya dengan merencanakan tanpa ada proses aktualisasi dan berorientasi pada realita yang ada. Dalam hal ini, upaya peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada perubahan paradigma. Menurut Surya, sebagaimana yang dikutip Janawi mengungkapkan bahwa perubahan paradigma pendidikan nasional idealnya harus bermuara pada :

Pertama, perubahan paradigma fungsi fundamental pendidikan. Kedua, pendidikan bukan hanya proses transfer pengetahuan saja, tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional. Ketiga, mobilitas penduduk akan berimplikasi pada perubahan corak dan karakteristik pendidikan. Keempat, perubahan karakteristik keluaraga baik fungsi maupun struktur. Kelima, asas belajar sepanjang hayat tetap menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan zaman. Keenan, penggunaan produk ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses kegiatan pendidikan. Ketujuh, penyedian perpustakaan dan pusat-pusat sumber belajar. Dan kedelapan, publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan menjadi sangat penting untuk melakukan inovasi konstruktif. [9]

Strategi dasar pendidikan nasional menurut Musaheri mencakup aspek yang luas, seperti : “ aspek pengelolaan, ketenagaan, pembiayaan serta prasarana dan sarana yang merupakan satu kesatuan serentak membentuk kerangka sistem pendidikan nasional “. [10]

2. Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Standar Nasional Pendidikan (SNP) seperti yang telah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan adalah “kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dengan pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.[11] Kaitannya dengan pengembangan sekolah yang bertaraf internasional maka sekolah atau satuan pendidikan terlebih dahulu harus memenuhi kriteria minimal Standar Nasional Pendidikan diatas barulah dapat dikembangkan sebagai Sekolah Bertaraf Internasional.

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional haruslah memenuhi beberapa kriteria Berstandar Nasional yang mencakup komponen input, proses, dan output. 1) Standar kompetensi lulusan (SKL), 2) Standar isi, 3) Standar proses, 4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 5) Standar prasarana dan sarana, 6) Standar pengelolaan 7) Standar biaya operasional satuan pendidikan 7) Standar penilaian pendidikan.[12] Kedelapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) diatas selanjutnya menjadi acuan dalam rangka mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional.

3. Konsep Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional SMP (RSBI)

Rintisan Sekolah SMP Bertaraf Internasional (SMP-BI) adalah sekolah yang melaksanakan /menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai pada tahap atau fase pengembangan atau peningkatan kapasitas/kemampuan atau tahap konsolidasi pada berbagai komponen sekolah untuk memenuhi Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM) dan Indokator Kinerja Kunci Tambahan (IKKM) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.[13]

Setelah sekolah memenuhi kriteria Standar Nasional Pendidikan, maka sekolah terlebih dahulu ditetapkan menjadi RSBI, dan selanjutnya secara bertahap dikembangkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional secara mandiri. Seperti telah dijelaskan dalam kebijakan Depdiknas Tahun 2007 Tentang “ Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, bahwa Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan “ Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada Standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum Internasional.”[14]

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi : standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Selanjutnya standar SNP tersebut diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, diperjelas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota OECD dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan serta diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Atau dengan kata lain, SBI = SNP + X.[15]

Maksud dari SBI = SNP + X adalah SBI pada dasarnya merupakan pelaksanaan dan pemenuhan delapan unsur Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM) dan ditambah (dalam pengertian ditambah dan diperkaya/ dikembangkan/ diperluas/ diperdalam) dengan X yang isinya merupakan penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari delapan unsur pendidikan tersebut serta sistem lain sebagai indikator kinerja kunci tambahan yang berstandar internasional dari salah satu anggota OECD seperti Australia, Belgia, Canada, Denmark, dan / Negara maju lainnya. Esensi lainnya dari konsep tentang SBI adalah adanya daya saing pada forum Internasional terhadap komponen-komponen pendidikan seperti Ouput dan Outcomes pendidikan, proses penyelenggaraan dan pembelajaran, serta input SBI harus memiliki keunggulan yang diakui secara internasional.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan RSBI harus mampu memenuhi delapan pokok unsur pendidikan sebagai jaminan akan mutu pendidikan secara Standar Nasional dan menerapkan tamabahan plus X sebagai standar internasional yang dijabarkan secara rinci pada Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan RSBI harus melalui tahapan sistematis dan berkesinambungan. Keberhasilan melalui tahapan ini akan membantu pencapaian keberhasilan program.

J. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang Pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.   Dan jika ditinjau dari sudut bentuknya, penelitian ini juga dapat digolongkan pada penelitian evaluatif. Yaitu penelitian yang dilakukan untuk menilai pelaksanaan dan hasil program atau kegiatan. Pendekatan ini bertujuan untuk menghasilkan data yang deskriptif yang menggambarkan keadaan pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini akan diambil dari sumber data primer dan sumber data sekunder, antara lain :

  1. Sumber data primer yaitu, kepala sekolah dan para guru. Jumlah guru yang merupakan populasi dalam penelitian ini sebanyak 42 orang ditambah dengan 1 kepala sekolah. Penentuan sampel dilakukan dengan  teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono, teknik purposive sampling adalah “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. [16] Berdasarkan pertimbangan masalah dalam penelitian ini peneliti menentukan sampel penelitian menjadi 1 orang kepala sekolah dan 10 orang guru yang mengajar di kelas Bertaraf Internasional. Penentuan sampel tersebut ditentukan atas dasar bahwa guru yang mengajar pada kelas internasional tersebut sebagai pelaku utama pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang. Sedangkan kepala sekolah dipilih sebagai informan kunci yang dapat memberikan informasi seputar RSBI dan sebagai salah satu pemimpin pengelola pengembangan RSBI di sekolah.
  2. Sumber data sekunder yaitu, staf tata usaha, keadaan sarana-prasarana, kurikulum, dan dokumen-dokumen penting terkait dengan masalah penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

a. Observasi

Berdasarkan masalah dalam penelitian maka penulis menggunakan metode observasi berstruktur. Penggunaan metode ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan, ruang peralatan, para pelaku dan juga aktivitas sosial yang sedang berlangsung dan yang berhubungan dalam pelaksanaan RSBI yaitu, karakteristik RSBI, tahap-tahap pelaksanaan RSBI, peran kepala sekolah dan tugas guru dalam pelaksanaan RSBI yang tidak bisa terungkap dengan metode wawancara.

b. Metode Wawancara

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara berstruktur. Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada kepala sekolah dan guru untuk mengungkap seputar pelaksanaan RSBI meliputi karakteristik RSBI, serta hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah.

c. Metode Dokumentasi

Dalam penelitian ini teknik dokumentasi berfungsi sebagai pelengkap data yang digunakan untuk memperoleh data berupa dokumen-dokumen yang dianggap penting oleh peneliti dan relevan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan masalah yang akan diteliti, maka peneliti menggunakan dokumen resmi.

4. Tahapan Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non statistik, yaitu analisis data deskriptif, artinya dari data yang diperoleh melalui penelitian tentang pelaksanaan RSBI dilaporkan apa adanya kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai yang ada. Menurut Sugiyono analisis data yang dianjurkan adalah mengikuti langkah-langkah yang masih bersifat umum yaitu :  1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) pengambilan kesimpulan.[17] Adapaun langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang diperoleh dari catatan lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dan dicari tema atau polanya.

2. Penyajian data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi dari reduksi data yang kemudian disajikan dalam laporan yang sistematis dan mudah  dipahami.

3. Pengambilan kesimpulan

Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan terhadap data yang telah direduksi kedalam laporan secara sistematis dengan cara membandingkan, menghubungkan, dan memilih data yang mengarah pada pemecahan masalah serta mampu menjawab permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai.

Agar proses tahapan analisis data yang dilakukan lebih mendalam dan terinci, maka perlu dilakukan kembali analisis taksonomi. Menurut Sugiyono, analisis taksonomi adalah “ analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan “.[18] Dalam penelitian ini domain-domain tersebut difokuskan pada, 1) pemenuhan karakteristik RSBI, 2) tahapan RSBI, 3) kendala yang dihadapi sekolah dalam pelaksanaan RSBI dan 4) peran kepala sekolah dan guru dalam pelaksanaan RSBI.

K. Sistematika Pembahasan

Dalam menguraikan dan membahas penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN : Pada bab ini akan diuraikan mengenai penegasan istilah, latar belakang masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metodologi penelitian.

BAB II LANDASAN TEORITIS : Pada bab ini peneliti akan menguraikan beberapa kajian-kajian teoritis yang relevan dengan masalah penelitian.

BAB III POTRET SMP NEGERI 2 PANGKALPINANG : Pada Bab ini akan diuraikan mengenai profil sekolah yang meliputi, letak geografis sekolah, sejarah singkat berdirinya sekolah, keadaan guru, keadaan siswa, dan sarana-prasarana sekolah.

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN : Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang yang meliputi, karakteristik RSBI, tahapan RSBI Hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah, peran kepala sekolah dan guru dalam pelaksanaan RSBI.

BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan saran


[1] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal. 897.

[2] Direktorat PSMP, Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan SBI, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 13.

[3] Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan,  (Jakarta : Pustaka LP3ES,  2007),  hal. 2

[4] Ibid., hal. 4

[5] SMP Negeri 1 Kesamben Blitar. 2008 “Mengapa SMP Negeri 1 Kesamben Menjadi RSBI ?” (Online), available: http:// www.smp1slawi.sch.id., diakses 22 Agustus 2008.

[6] Direktorat PSMP, Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan SBI, (Jakarta : Depdiknas, 2008), hal. 17

[7] Sulasminah, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang 28 Juli 2009

[8] Nandika Dodi, loc. cit.

[9] Janawi, Kompetensi Guru : Citra Guru Profesional, (Sungailiat : Shiddiq Press, 2007), hal. 13-14.

[10] Musaheri, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta : IRCiSoD, 2007), hal. 89.

[11]Direktorat PSMP, Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN), (Jakarta : Depdiknas, 2007), hal. 5.

[12] Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN), loc. cit.

[13] Direktorat PSMP, loc. cit.

[14] Ibid,. hal. 10

[15] Ibid., hal. 13

[16] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung : Alfabeta, cetakan ke tiga, 2007) hal. 124

[17] Ibid., hal. 337-345

[18] Ibid., hal. 356

BAB II

KONSEP DASAR RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

A. Kajian Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional pada dasarnya telah menetapkan tiga kebijakan pokok dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional, yang meliputi : “ 1) perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, 3) peningkatan govermance dan akuntabilitas pengeloaan pendidikan ”.[1] Pembenahan kualitas pendidikan tidaklah cukup hanya dengan merencanakan tanpa ada proses aktualisasi dan berorientasi pada realita yang ada. Dalam hal ini, upaya peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada perubahan paradigma. Menurut Surya, sebagaimana yang dikutip Janawi mengungkapkan bahwa perubahan paradigma pendidikan nasional idealnya harus bermuara pada :

Pertama, perubahan paradigma fungsi fundamental pendidikan. Kedua, pendidikan bukan hanya proses transfer pengetahuan saja, tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional. Ketiga, mobilitas penduduk akan berimplikasi pada perubahan corak dan karakteristik pendidikan. Keempat, perubahan karakteristik keluaraga baik fungsi maupun struktur. Kelima, asas belajar sepanjang hayat tetap menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan zaman. Keenan, penggunaan produk ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses kegiatan pendidikan. Ketujuh, penyedian perpustakaan dan pusat-pusat sumber belajar. Dan kedelapan, publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan menjadi sangat penting untuk melakukan inovasi konstruktif. [2]

Sedangkan strategi dasar pendidikan nasional menurut Musaheri mencakup aspek yang luas, yakni : “ aspek pengelolaan, ketenagaan, pembiayaan serta prasarana dan sarana yang merupakan satu kesatuan serentak membentuk kerangka sistem pendidikan nasional “.[3] Menurut Suryadi sebagaimana yang dikutip oleh Musheri, mengatakan bahwa, “ mutu pendidikan itu merupakan persoalan mikro pendidikan yang terkait dengan persoalan kemampuan guru, kesiapan sekolah dalam mendukung proses belajar mengajar penyediaan fasilitas yang diperlukan, partisipasi masyarakat, dan manajemen yang tertata rapi “.[4] Di lain hal, H.A.R. Tilaar mengatakan, “ upaya peningkatan mutu pendidikan kurang berjalan optimal jika tidak ditopang dengan kepemimpinan pendidikan yang baik (Educational Leadership) “.[5] Itu berarti, upaya peningkatan mutu pendidikan menuntut adanya kemampuan seorang pemimpin pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah.

Lebih lanjut Nana Syaodih Sukmadinata mengungkapkan bahwa “ upaya peningkatan mutu pendidikan harus melalui proses pendidikan yang bermutu, mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan atau disebut sebagai mutu total (Total Quality) “.[6]

Jadi, Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa dilakukan hanya dengan memperbaiki kurikulum, menambah buku pelajaran, membangun lokal kelas, dan menyediakan laboratorium sekolah. Akan tetapi, peningkatan mutu pendidikan harus dikembangkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

A. Kajian Evaluasi Pendidikan

Secara umum penyelenggaraan pendidikan nasional perlu terus dimonitoring dan dievaluasi dalam rangka untuk melihat sejauh mana pencapaian program-program pendidikan nasional yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 menyebutkan bahwa,” evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan”.[1]

Secara umum, evaluasi menurut Cross sebagaimana yang dikutip Sukardi menyebutkan,” evaluation is a process which determines the extent to which objectives have been achieved ”.[2] Sementara itu menurut Said Hamid Hasan evaluasi pendidikan adalah,” suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan”.[3] Lebih lanjut Mehren & Lehmann dalam Ngalim Purwanto mendefenisikan evaluasi sebagai,” suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alterlatif keputusan”.[4] Dan Wirawan mendefinisikan Evaluasi adalah “proses pengumpulan dan penyajian informasi mengenai obyek evaluasi untuk dipergunakan, memiliki dan mengambil keputusan mengenai obyek evaluasi”.[5] Jadi dapat disimpulakan bahwa evaluasi adalah suatu proses  yang sistematis dan terencana untuk menentukan keputusan atau nilai dari suatu program yang dilakukan secara berkesinambungan.

Dalam praktiknya proses evaluasi cenderung digunakan pada bidang pendidikan atau lebih dikenal dengan istilah evaluasi pendidikan, baik dalam bidang pengajaran, kurikulum, program, atau kebijakan. Defenisi tentang evaluasi pendidikan pada prinsipnya tidak terlalu jauh berbeda dengan defenisi evaluasi itu sendiri. Menurut Tyler sebagaimana yang dikutip oleh Adrian dalam artikelnya berpendapat bahwa evaluasi pendidikan adalah “proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai”.[6] Menurut Anas Sudijono mendefenisikan evaluasi pendidikan “sebagai kegiatan atau proses pemantauan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya”.[7] Dan Suharsimi Arikunto dalam bukunya Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan menegaskan bahwa,” proses evaluasi bukan hanya sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan”.[8] Berdasarkan defenisi para pakar diatas maka dapat disimpulakan bahwa evaluasi pendidikan diartikan sebagai suatu proses untuk melihat hasil-hasil capaian program pendidikan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan.

B. Standar Nasional Pendidikan

Dalam rangka untuk mengendalikan mutu pendidikan secara nasional, maka pemerintah dalam hal ini perlu untuk merumuskan kebijakan standar yang akan digunakan untuk pengembangan pendidikan yang berlaku di Negara kesatuan republik Indonesia yang tercakup dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP seperti yang telah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan adalah “ kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dengan pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia ”.[9] Kaitannya dengan pengembangan sekolah yang bertaraf internasional maka sekolah atau satuan pendidikan terlebih dahulu harus memenuhi kriteria minimal Standar Nasional Pendidikan diatas. Dalam buku Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional dijelaskan bahwa :

Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/ atau satuan pendidikan, yang berlaku diseluruh wilayah Hukum Kesatuan Republik Indonesia. SNP Tersebut mencakup standar isi, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan, proses pendidikan, proses pengelolaan, penilaian dan kompetensi lulusan.[10]

Seperti amanat UU Sisdiknas Tahun 2003 pasal 50 ayat 3 yang menyatakan bahwa “ Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan Bertaraf Internasional ”. Amanat Undang-Undang tersebut menyiratkan bahwa minimal harus ada sekolah atau satuan pendidikan yang dikembangkan menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Akan tetapi kriteria ataupun tahapan yang harus dilakukan oleh setiap satuan pendidikanyang akan dikembangkan menjadi SBI harus memenuhi kriteria Standar Nasional Pendidikan terlebih dahulu.[11] Hal ini sejalan dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sekolah yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN)  melalui evaluasi dan monitoring barulah secara bertahap menjadi Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) dan akan terus berkembang menjadi SBI sepenuhnya.

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional haruslah memenuhi beberapa kriteria Berstandar Nasional yang mencakup komponen input, proses, dan output. Pengertian dari masing-masing isi cakupan SNP tersebut adalah :

  1. Standar kompetensi lulusan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang harus dimiliki untuk dapat dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
  2. Standar isi pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman materi pelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
  3. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
  4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan
  5. Standar prasarana dan sarana pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas, tempat olahraga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, perabot, alat dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain, yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
  6. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang brkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan
  7. Biaya operasional satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelenjutan
  8. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian prestasi belajar peserta didik.[12]

Kedelapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) diatas selanjutnya menjadi acuan dasar dalam rangka mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional.

C. Konsep Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

  1. Komponen Sekolah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu kegiatan yang kompleks, mencakup berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenali. Mulyasa sebagaimana dikutip Joko Susilo menyebutkan bahwa komponen-komponen sekolah meliputi : 1) Kurikulum dan program pengajaran, 2) tenaga kependidikan (kepala sekolah, guru ,dan staf), siswa, sarana dan prasarana pendidikan, stakeholder (komite sekolah), serta pelayanan khusus lembaga pendidikan.[13] Sedangkan menurut Joko Susilo komponen pokok pendidikan, mencakup :

1) Input (masukan sumber); (2). Proses pendidikan yang didalamnya terdapat tujuan, siswa, manajemen, struktur dan jadwal, isi, guru, sarana dan prasarana, pengawasan, penelitian dan biaya; (3). Hasil pendidikan (output). Secara mikro dapat dilihat dari elemen peserta didik, pendidik dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Sedangkan secara makro menjangkau elemen yang lebih luas. Sehingga jika ditinjau secara mikro maka peserta didik dan pendidik dapat dikatakan elemen sentral, sedangkan yang lain merupakan pendukung/penopang dalam rangka pencapaian sekolah.[14]

Pencapaian pendidikan yang efektif dan efesien dan bermutu sangatlah mutlak diperlukan pengenalan seluruh komponen-komponen sekolah yang nantinya akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat. Beberapa komponen pendidikan yang diungkapkan oleh Joko Susilo diatas mengindikasikan bahwa penyelenggaraan sekolah tidak hanya dikembangkan dari aspek fisik saja, akan tetapi lebih luas sekolah bisa menciptakan proses pembelajaran yang bermutu. Sehingga akan berpengaruh pada respon input dalam menilai sekolah dan nilai jual output yang berkualitas.

2. Pengertian Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

Dalam buku pedoman pelaksanaan pembinaan RSBI menyebutkan  bahwa :

Sekolah Rintisan SMP Bertaraf Internasional (SMP-BI) adalah sekolah yang melaksanakan/menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai pada tahap atau fase pengembangan atau peningkatan kapasitas/kemampuan atau tahap konsolidasi pada berbagai komponen sekolah untuk memenuhi Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM) dan Indokator Kinerja Kunci Tambahan (IKKM) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.[15]

Setelah sekolah memenuhi kriteria Standar Nasional Pendidikan, maka sekolah terlebih dahulu ditetapkan menjadi Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional, dan selanjutnya secara bertahap dikembangkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional secara mandiri. Seperti telah dijelaskan dalam kebijakan Depdiknas Tahun 2007 Tentang “ Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, bahwa Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan “ Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada Standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum Internasional.”[16]

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi : standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Selanjutnya standar SNP tersebut diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, diperjelas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota OECD dan/ atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan serta diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Atau dengan kata lain, SBI = SNP + X.[17]

Maksud dari SBI = SNP + X adalah SBI pada dasarnya merupakan pelaksanaan dan pemenuhan delapan unsur (Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM) dan ditambah (dalam pengertian ditambah dan diperkaya / dikembangkan / diperluas / diperdalam) dengan X yang isinya merupakan penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari delapan unsur pendidikan tersebut serta sistem lain sebagai indikator kinerja kunci tambahan yang berstandar internasional dari salah satu anggota OECD seperti Australia, Belgia, Canada, Denmark, dan / Negara maju lainnya. Esensi lainnya dari konsep tentang SBI adalah adanya daya saing pada forum Internasional terhadap komponen-komponen pendidikan seperti Ouput dan Outcomes pendidikan, proses penyelenggaraan dan pembelajaran, serta input SBI harus memiliki keunggulan yang diakui secara internasional.

3. Standar Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

Dalam buku panduan pelaksanaan sekolah rintisan bertaraf internasional  dijelaskan ada beberapa standar yang harus dipenuhi oleh sekolah sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sebagai berikut :

  1. Output/outcomes SBI dikatakan memiliki daya saing internasional antara lain bercirikan (1) lulusan SBI dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik didalam maupun di luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan / Negara-negara lain, dan (3) meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga. Proses penyelenggaraan dan pembelajaran dikatakan memiliki daya saing internasional antara lain cirinya telah menerapkan berbagai model pembelajaran yang berstandar internasional, baik yang bersifat pembelajaran teori, eksperimen maupun praktek.
  2. Proses pembelajaran, penilaian dan penyelenggaraan harus bercirikan internasional, yaitu : (1) Pro perubahan yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar ,dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery; (2) menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan; student centered; reflective learning; actif learning; enjoyable and joyfull learning; cooperative learning; quantum learning; learning revolutions; contexstual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional.; (3) Menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) Proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris khususnya mata pelajaran Sains, matematika dan TIK.; (5) Proses penilaian dengan menggunakan model-model penilaian sekolah unggul dari Negara anggota OECD atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan (6) dalam pelaksanaannya bercirikan utama kepada standar manajemen internasional yaitu secara bertahap dalam jangka panjang mampu mengimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional diluar negeri.
  3. Input SBI yang esensial bercirikan internasional antara lain : (a) telah terakreditasi dengan nilai A dari badan akreditasi sekolah/nasional dan apabila tidak lagi menjadi rintisan SBI (telah menjadi SBI Mandiri) maka sekolah juga berupaya terus menerus dalam jangka panjang untuk mencapai akreditasi dari salah satu Negara anggota OECD atau Negara maju lainnya yang memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan (b) standar kelulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, system administrasi akademik brbasis TIK, dan muatan mata pelajaran sama dengan muatan mata pelajaran (yang sama)dari sekolah unggul diantara Negara anggota OECD atau Negara maju lainnya; (c) jumlah guru minimal 20 % berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif, kepala sekolah minimal berpendidikan S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif, serta semua guru mampu menerapkan pembelajaran berbasis TIK; (d) tiap ruang kelas dilengkapi sarana dan prasarana pembelajaran berbasis TIK, perpustakaan dilengkapi sarana digital/ berbasis TIK, dan memiliki ruang kelas multimedia; (e) menerapkan berbagai model pembiayaan yang efesien untuk mencapai berbagai target Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT) [18].

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) harus mampu memenuhi delapan pokok unsur pendidikan sebagai jaminan akan mutu pendidikan secara standar nasional dan menerapkan tamabahan plus X sebagai standar internasional yang dijabarkan secara rinci pada Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT).

D. Tahapan Pelaksanaan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional

Didalam Buku Panduan Pengembangan RSBI, tahap – tahap yang harus dilakukan dalam pelaksanaan RSBI adalah sebagai berikut :

1) Melakukan analisis lingkungan strategis sekolah, 2) Melakukan analisis situasi pendidikan sekolah saat ini, 3) Melakukan analisis pendidikan sekolah yang diharapkan lima tahun kedepan, 4) Menentukan kesenjangan antara situasi pendidikan sekolah saat ini dan yang diharapkan lima tahun kedepan, 5) Merumuskan visi sekolah rintisan SMP-BI, 6) Merumuskan tujuan sekolah selama lima tahun kedepan menuju SBI, 7) Merumuskan program-program strategis untuk mencapai visi, misi, dan tujuan jangka menengah sebagai sekolah rintisan SMP-BI, 8) Menentukan strategi pelaksanaan pada sekolah rintisan SMP-BI, 9) Menentukan tonggak –tonggak kunci keberhasilan (milestone), 10) Menentukan rencana biaya (alokasi dana), 11) Membuat rencana pementauan evaluasi.[19]

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Sekolah Bertaraf Internasional harus melalui tahapan sistematis dan berkesinambungan. Keberhasilan melalui tahapan ini akan membantu pencapaian keberhasilan program.

E. Tugas kepala sekolah dalam pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

Pada lembaga pendidikan seperti sekolah umumnya dipimpin oleh seorang kepala sekolah. Maju dan berkembangnya sekolah sangat ditentukan oleh kepiawaian kepala sekolah. “ Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana ”.[20] Secara utuh, tugas dan fungsi kepala sekolah tidah hanya memanajemen sekolah, tetapi jauh daripada itu kepala sekolah juga harus respon terhadap lingkungan sekitar sekolah, baik intern maupun ekstern.

Istilah kepala sekolah dalam hal ini mengandung makna kepemimpinan (Leadership). Wahjosumidjo mengatakan, “ Kepemimpinan diterjemahkan kedalam istilah : sifat – sifat, prilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh ”.[21] Ngalim Purwanto mendefenisikan kepemimpinan dengan :

sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka menyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.[22]

Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujun-tujuan sekolah dan pendidikan direalisasikan. Kepala sekolah juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan evektivitas kinerja. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan Sekolah Bertaraf Internasional adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam melaksanakan Sekolah Bertaraf Internasional tersebut. Lebih lanjut Ngalim Purwanto mengatakan, tugas kepala sekolah sebagai administrator meliputi : a) Membuat perencanaan, terdiri dari program pengajaran, kesiswaan atau kemuridan, kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan. b) Menyusun organisasi sekolah, c) Bertindak sebagai koordinator dan pengarah, d) Melaksanakan pengelolaan kepegawaian.[23]

Terkait dengan apa tugas seorang kepala sekolah dalam mewujudkan RSBI jenjang SMP lebih lanjut dijelaskan dalam buku panduan pengembangan SBI-SMP yang menyebutkan bahwa kepala sekolah SBI harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) memiliki visi-misi dan strategi, b) kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan sumber daya dengan tujuan, c) kemampuan mengambil keputusan secara terampil, d) toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang, tetapi tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi standar, dan nilai-nilai, e) memobilisasi sumberdaya, f) menggunakan system sebagai cara berfikir, g) mengelola dan menganalisis sekolah, h) menggunakan input manajemen, i) menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyedia, pencipta iklim kerja, administrator, pembaharu, dan pembangkit motivasi, j) melaksanakan dimensi-dimensi tugas, proses, lingkungan, dan keterampilan personal, k) menjalankan gejala empat serangkai yaitu merumuskan sasaran, memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, melakukan analisis SWOT dan mengupayakan langkah-langkah untuk meniadakan persoalan, k) menggalang teamwork yang cerdas dan kompak, l) mendorong kegiatan-kegiatan yang kreatif, m) menciptakan sekolah yang belajar, n) memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar, dan o) memberdayakan sekolah.[24]

Memimpin dan terus mengembangkan sekolah agar lebih maju dan berkualitas merupakan tanggung jawab besar bagi kepala sekolah. Seluruh aktivitas dan  komponen sekolah harus mampu disinergikan menjadi satu kesatuan sistem yang utuh dan terarah. “ Materi pengembangan kapasitas kepala sekolah diantaranya dalam hal kemampuan : intelektualitas, manajemen, kepribadian, keterampilan dalam berbagai bidang, bahasa inggris, manajemen ISO 9000, komunikasi, dan ICT.” [25] Implikasi dari tugas dan tanggung jawab kepala sekolah tersebut, tiap RSBI harus terus meningkatkan kapasitas kepala sekolahnya berupa pelatihan, kerjasama dengan lembaga lain, ataupun magang.

Kesimpulan yang didapat mengenai uraian diatas adalah kepala sekolah merupakan pimpinan pendidikan yang mempunyai tugas besar dalam mengembangkan mutu pendidikan disekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah juga harus mampu menolong stafnya untuk memahami tujuan bersama yang akan dicapai, dalam hal ini penyelenggaraan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional. Ia harus memberikan kesempatan kepada stafnya untuk saling bertukar pendapat dan gagasan sebelum menetapkan tujuan. Kepala sekolah juga menjadi pemimpin yang bertugas dan bertanggung jawab dalam proses pembelajaran disekolah. Ia menyelenggarakan fungsi administrator, yaitu mengusahakan dan mengembangkan berbagai fasilitas sehingga tercapainya situasi belajar mengajar yang baik. Kepala sekolah juga dituntut adanya persiapan dan pengalaman pendidikan yang cukup, selain kemampuannya untuk memimpin.

F. Peran guru dalam pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

Pelaksanaan RSBI memberikan kesempatan kepada seluruh elemen sekolah untuk bisa bereksplorasi dan menemukan inovasi baik dari segi tujuan maupun pembelajarannya. Dalam hal ini guru sebagai pelaku untuk mengubah dan memformat manajemen pelaksanaan proses belajar mengajar. Ide-ide kreatif guru sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan SBI ini terlepas dari kompetensi yang dimiliki. Dalam hal ini, keprofesionalan seorang guru menjadi suatu hal yang tidak bisa ditawar lagi. Oemar Hamalik mengungkapkan beberapa kriteria professional yang harus dimiliki guru sebagai berikut :

1. Fisik

  • Sehat jasmani dan rohani
  • Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik

2. Mental/kepribadian

  • Berkepribadian/berjiwa pancasila
  • Mampu menghayati GBHN
  • Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik
  • Berbudi pekerti luhur
  • Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal
  • Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa
  • Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya
  • Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi
  • Bersifat terbuka, peka dan inovatif
  • Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya
  • Ketaatannya akan disiplin
  • Memiliki sense of humor

3. Keilmiahan/pengetahuan

  • Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi
  • Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik
  • Memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan
  • Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain
  • Senang membaca buku-buku ilmiah
  • Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi
  • Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar

4. Keterampilan

  • Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar
  • Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi
  • Mampu menyusun garis besar program pengejaran
  • Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan
  • Mampu memecahkan dan melaksanakan evaluasi pendidikan
  • Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.[26]

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar juga merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa kriteria profesionalisme seorang guru yang diungkapkan oleh Oemar Hamalik diatas agaknya menjadi barometer bagi para guru dalam rangka mengembangkan RSBI.

Lebih lanjut Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwel sebagaimana yang dikutip Oemar Hamalik mengatakan bahwa ada lima peran guru yang meliputi : “ 1) guru sebagai model, 2) guru sebagai perencana, 3) guru sebagai peramal, 4) guru sebagai pemimpin, 5) guru sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat belajar .[27]

Kesimpulan yang diperoleh dari uraian diatas adalah guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.

BAB III

POTRET SMP NEGERI 2 PANGKALPINANG

A. Sejarah Singkat SMP Negeri 2 Pangkalpinang

Secara historis berdirinya SMP Negeri 2 Pangkalpinang tidak terlepas dari keberadaan SMP Negeri 1 Pangkalpinang. SMP Negeri 2 Pangkalpinang berdiri pada tahun 1961 sebagai sekolah persiapan Negeri. Proses belajar mengajar pada saat itu masih menginduk pada SMP Negeri 1 Pangkalpinang. Sebagaian besar, guru yang mengajar di SMP Negeri 2 Pangkalpinang berasal dari SMP Negeri 1 Pangkalpinang, dan aktivitas belajar dilaksanakan pada sore hari. Seiring dengan bertambahnya siswa dan kemajuan prestasi sekolah pada tanggal 1 Agustus 1964 dengan SK. No. 71/SK/B/III/1963 tanggal 12 Nopember 1963 di usulkan menjadi sekolah Negeri 2 dengan jumlah kelas 2 unit. Dalam perkembangan selanjutnya sekolah menempati gedung baru dengan ruang kelas berjumlah 9 unit. Selain itu juga, sekolah  mengalami perkembangan baik secara kuantitas seperti jumlah siswa, guru, tenaga pendidikan, dan sarana prasarana juga secara kualitas seperti meningkatnya prestasi sekolah dibidang akademik maupun non akademk. Sampai saat ini sudah 7 kepala sekolah yang pernah memimpin SMP Negeri 2 Pangkalpinang.

B. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Pangkalpinang

1. Letak Geografis Sekolah

Secara geografis SMP Negeri 2 Pangkalpinang terletak di Ibukota Provinsi, yaitu kota Pangkalpinang yang  beralamat di Jl. Adhyaksa No. 181  Kel. Kacangpedang Kejaksaan Kecamatan Gerunggang Pangkalpinang. SMP Negeri 2 Pangkalpinang  di bangun diatas lahan seluas 24.800 m² dengan status hak pakai dari pemerintah kota Pangkalpinang. Letak sekolah ini sangat strategis, karena berada di Ibukota Provinsi sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar.

2. Visi dan Misi Sekolah

  1. Visi            : Unggul dalam prestasi akademik maupun non                     Akademik tingkat nasional dan internasional yang  dilandasi iman dan taqwa
  2. Misi           :
  1. 1. Menjadikan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  1. 1. Menjadikan peserta didik yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budi pekerti.
  2. 2. Mewujudkan peserta didik yang bersikap sportif.
  3. 3. Meningkatkan kompetensi kelulusan bertaraf nasional dan internasional.
  4. 4. Meningkatkan peserta didik yang dapat diterima di SLTA unggulan baik nasional maupun internasional.
  5. 5. Meningkatkan ketercapaian ketuntasan belajar untuk semua mata pelajaran.
  6. 6. Membentuk kelompok/tim olah raga,kesenian dan sain yang dapat berprestasi di tingkat nasional.
  7. 7. Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang merujuk pada  kurikulum nasional dan internasional
  8. 8. Mengembangkan KTSP yang merujuk pada kurikulum     internasional   untuk Mata Pelajaran Matematika, IPA dan TIK.
  9. 9. Meningkatkan pembelajaran yang menerapkan CTL  bertaraf internasional.

10. Meningkatkan kompetensi ICT peserta didik   bertaraf internasional.

11. Meningkatkan kompetensi peserta didik yang dapat menggunakan bahasa internasional sebagai bahasa komunikasi

12. Mengembangkan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dan bagian dari pembelajaran.

2. Program Layanan Belajar

Sesuai dengan buku panduan pengembangan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) maka proses belajar mengajar dibagi dalam dua kategori kelas, yaitu kelas reguler dan kelas bertaraf internasional.

  1. Kelas Bertaraf Internasional

Kelas Bertaraf Internasional merupakan kelas standar nasional pendidikan yang ditunjukan dengan penyelenggaraan pendidikan beserta segala aspek itensitas dan kualitas layanan yang ditata secara efektif, profesional untuk mencapai keunggulan mutu pendidikan dengan karakteristik seperti penggunaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagai bahasa pengantar secara aktif dan penggunaan ICT (Information and Communication Technology) dalam pembelajarannya. Peserta didik yang mengikuti program ini harus melalui beberapa tahap seleksi. Program pengembangan pembelajaran kelas bertaraf  internasional ini sudah meluluskan siswa selama tiga periode, yaitu dari tahun 2006  sampai dengan tahun 2008. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Kepala Sekolah, Sulasminah, S.Pd bahwa, “ selain pembelajaran dengan menggunakan dua bahasa (Bilingual), evaluasi tahap akhir (UN) juga dilakukan dengan menggunakan Bahasa Inggris untuk soal-soal MIPA dan Bahasa Inggris “ [1]

  1. Kelas Reguler

Peserta didik di kelas ini mendapat pelayanan yang optimal dalam proses pembelajaran sesuai dengan Standar nasional Pendidikan dan dapat menyelesaikan seluruh kurikulum pembelajaran SMP dalam waktu 3 tahun. Dalam pelaksanaannya, kelas regular ini juga secara bertahap dikembangkan dengan menggunakan metode pembelaran yang berbasis ICT dan menggunakan dua bahasa.

3. Struktur dan Muatan Kurikulum

a. Muatan Kurikulum

Struktur dan muatan kurikulum di SMP Negeri 2 Pangkalpinang sejak ditetapkan sebagai RSBI telah mengembangkan kurikulum KTSP – SBI. Hal ini menurut Ibu Sulasminah, S.Pd  telah mengacu pada Standar Isi SBI pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.[2] Adapun muatan kurikulum sesuai dengan standar isi kurikulum SBI sebagai berikut :

  1. Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia
  2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
  3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi plus
  4. Kelompok mata pelajaran estetika
  5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
  6. Struktur Kurikulum

Struktur KTSP – SBI SMP Negeri 2 Pangkalpinang meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII sampai dengan kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi kelulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut:

1.     Struktur KTSP – SBI SMP Negeri 2 Pangkalpinang memuat 10 mata pelajaran pokok, muatan lokal, dan pengembangan diri. Adapun mata pelajaran yang diajarkan dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris adalah Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan TI & K.

2.     Jam belajar untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam stuktur kurikulum. Satuan pendidikan di mungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran perminggu secara keseluruhan.

3.     Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit.

Tabel I : Struktur KTSP-SBI SMP Negeri 2 Pangkalpinang

Komponen Kelas dan alokasi waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1.  Pendidikan Agama 2 2 2
2.  Pendidikan kewargaan Negara 2 2 2
3.  Bahasa Indonesia 4 4 4
4.  Bahasa Inggris 6 6 6
5.  Matematika 6 6 6
6.  Ilmu Pengetahuan Alam 6 6 6
7.  Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
8.  Seni Budaya 2 2 2
9.  Pendidikan Jasmani 2 2 2
10.  T I K 2 2 2
B. Muatan local
Metode Iqro 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2* 2* 2*
Jumlah 40 40 40

Sumber : Waka. Kurikulum SMP Negeri 2 Pangkalpinang

Pada tabel diatas, terlihat bahwa dalam pelaksanaannya kurikulum RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang memang lebih banyak mengalokasikan waktu untuk mata pelajaran hard sience seperti, ilmu pengetahuan alam, matematika, dan bahasa inggris dengan alokasi waktu 6 jam dalam satu minggu. Berarti, setiap tingkatan kelas, dari kelas VII sampai dengan IX akan belajar mata pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam, dan bahasa inggris 3 kali tatap muka dalam satu minggu. Banyaknya alokasi waktu yang dikembangkan dalam kurikulum RSBI tersebut pada dasarnya memang sesuai dengan karakteristik sekolah bertaraf internasional itu sendiri, yaitu pengembangan dan peningkatan kapasistas peserta didik pada mata pelajaran sience dan bahasa inggris.

  1. Kegiatan Ekstrakurikuer

Di SMP Negeri 2 Pangkalpinang dalam penyelenggaraan RSBI, tidak hanya terfokus pada pengembangan kapasitas dan kemampuan peserta didik secara akademik. Akan tetapi, sekolah juga membuat beberapa program pengembangan minat dan bakat siswa yang di implementasikan pada kegiatan ekstrakurikuler (pengembangan diri), sebagaimana yang tertera dalam struktur kurikulum diatas yang dialokasikan minimal 2 jam untuk satu kali tatap muka. Ada 15 program pengembangan diri bagi siswa yang ada di SMP Negeri 2 Pangkalpinang. Yaitu, bola basket, bola voly, lompat jauh, sepak bola, seni tari campak, seni music band, parmuka, ROHIS, KIR dan MOSI matematika, KIR dan MOSI fisika, MOSI biologi, percakapan bahasa inggris, madding dan sastra, PKS, UKS dan PMR. Bahkan pihak sekolah membuat kebijakan baru dengan memasukkan program layanan bimbingan dan konseling bagi siswa.

Tujuan di berlakukannya kebijakan layanan bimbingan dan konseling ini sebagai wadah bagi siswa untuk menyalurkan semua persoalan yang di hadapi siswa baik masalah belajar ataupun yang berhubungan dengan kepribadian siswa. Perlu ditegaskan disini bahwa, program layanan bimbingan dan konseling ini tidak hanya melayani siswa yang bermasalah saja, akan tepai siswa yang punya prestasi akademik dan non akademik akan terus diarahkan untuk diberikan bimbingan secara intensif.

Adanya program pengembangan tersebut, baik berupa kegiatan eksktrakurikuler dan layanan bimbingan konseling secara tidak langsung telah meberikan kontribusi bagi kemajuan sekolah. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya prestasi-prestasi bidang non akademik yang diraih oleh siswa pada setiap tahunnya.

4. Keadaan Tenaga Pendidik dan Tata Usaha

Tenaga pendidik atau guru merupakan salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Baiknya pelaksanaan proses belajar mengajar sedikit banyak ditentukan oleh kemampuan seorang guru. Oleh karena itu, seorang guru idealnya harus punya kompetensi yang memadai untuk menjalankan profesinya sebagai guru. Apalagi jika dikaitkan dengan upaya sekolah dalam peningkatan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah. Di SMP Negeri 2 Pangkalpinang rasio jumlah guru dengan mata pelajaran dan kelas yang tersedia sudah cukup memadai. Ini artinya, sekolah tidak kekurangan tenaga pengajar.

Dari data yang diberikan oleh bagian humas, SMP Negeri 2 Pangkalpinang, data guru yang sekarang masih aktif mengajar, baik guru tetap maupun tidak tetap berjumlah 41 orang. Adapun kualifikasi untuk masing – masing guru tersebut, 5 orang dengan pendidikan S2 (12,19 %), 29 orang dengan pendidikan S1 (70,73 %), 4 orang dengan pendidikan D3 (9,77 %), 4 orang dengan pendidikan D2 (9,77 %). Berdasarkan penuturan kepala sekolah, Ibu Sulasminah, S.Pd bahwa, “ para guru mata pelajaran yang jenjang pendidikannya masih belum memenuhi standar kualifikasi guru, secara bertahap akan disekolahkan, dan untuk pemenuhan guru dengan jenjang S2 “.[3] Karena dalam ketentuan pelaksanaan sekolah bertaraf internasional minimal 20 % sekolah harus punya guru dengan kualifikasi pendidikan S2.

Selain itu juga, persoalan miss match (mengajar tidak sesuai dengan spesialisasi bidang keilmuan) merupakan persoalan yang relatif banyak terdapat di beberapa lembaga pendidikan. Untuk di SMP Negeri 2 sendiri persoalan miss match ini sangat minim, yaitu hanya 3 orang guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yaitu untuk mata pelajaran seni budaya dan keterampilan TIK. Persoalan tenaga pendidik dalam pelaksanaan RSBI ini sangat penting sekali. Karena guru dalam pelaksanaan RSBI dituntut untuk mempunyai standar kompetensi minimal. Dan ini secara bertahap harus di penuhi oleh pihak sekolah.

Sedangkan untuk tenaga kependidikan atau tenaga pendukung di SMP Negeri 2 secara umum sudah cukup memadai. Jumlah tenaga kependidikan yang ada saat ini berjumlah 16 orang. Hanya saja untuk pemenuhan kebutuhan sekolah bertaraf internasional jumlah tenaga kependidikan saat ini masih perlu ditingkatkan, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

5. Keadaan Siswa

SMP Negeri 2 Pangkalpinang sejak awal berdirinya sampai dengan sekarang telah banyak menorehkan prestasi, baik akademik maupun non akademik dari siswa-siswinya. SMP Negeri 2 Pangkalpinang juga menjadi salah satu sekolah favorit bagi siswa-siswi berprestasi yang berasal dari lulusan SD yang juga punya background prestasi yang cukup baik pula. Atas dasar pertimbangan itulah, mulai tahun 2007 pemerintah telah menetapkan SMP Negeri 2 Pangkalpinang menjadi sekolah rintisan bertaraf internasional.

Dalam pelaksanaan rintisan sekolah bertaraf internasional ini, sebanyak 24 siswa diseleksi untuk ditempatkan pada kelas bertaraf internasional, yang pada sebelumnya telah dibentuk kelas bilingual. Jumlah siswa terhitung dari tahun pelajaran 2006/2007 sampai dengan sekarang mengalami pasang surut. Hal ini dikarenakan pihak sekolah ingin memaksimalkan pelaksanaan sekolah rintisan bertaraf internasional yang menuntut pihak sekolah untuk membatasi jumlah siswa dengan seleksi yang ketat. Jumlah siswa pada tahun ajaran 2006/2007 sebanyak 604 siswa yang terdiri dari, 209 siswa kelas VII, 200 siswa kelas VIII, dan 195 siswa kelas IX.

6. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sarana prasarana juga merupakan salah satu komponen penting dari sebuah sekolah. Proses belajar mengajar tidak akan berjalan optimal jika tidak didukung oleh sarana atau fasilitas pendidikan yang memadai. Fasilitas pendidikan di SMP Negeri 2 Pangkalpinang saat ini masih tergolong kurang untuk memenuhi standar bertaraf internasional. Akan tetapi, persoalan ini tidak menjadi kendala yang berarti bagi sekolah. Walaupun saat ini sekolah belum mampu meningkatkan pemenuhan sarana dan prasarana sesuai dengan standar internasional, akan tetapi sekolah telah mampu memenuhi standar pokok seperti, laboratorium, media belajar, dan ruang kelas yang memadai. Dan hampir semua sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah masih dalam keadaan baik.

BAB IV

IMPLEMENTASI RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

DI SMP NEGERI 2 PANGKALPINANG


A. Pencapaian Karakteristik RSBI Di SMP Negeri 2 Pangkalpinang

Pelaksanaan RSBI secara yuridis telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 yang menyatakan bahwa “ pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional ”.[1]

Menurut Depdiknas dalam buku pedoman pelaksanaan pembinaan RSBI menyebutkan bahwa :

Rintisan Sekolah SMP Bertaraf Internasional (SMP-BI) adalah sekolah yang melaksanakan/menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai pada tahap atau fase pengembangan atau peningkatan kapasitas/kemampuan atau tahap konsolidasi pada berbagai komponen sekolah untuk memenuhi Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM) dan Indokator Kinerja Kunci Tambahan (IKKM) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.[2]

Atas dasar amanat undang-undang inilah pemerintah kabupaten maupun kota punya tanggung jawab untuk memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan SRBI tersebut. Dalam hal ini SMP Negeri 2 Pangkalpinang sejak tahun 2007 telah ditetapkan sebagai RSBI tingkat SMP di lingkungan Kota Pangkalpinang. Dalam tahap pelaksanaan RSBI ini sekolah harus dapat memberdayakan seluruh komponen sekolah untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional secara penuh. Dan untuk mencapai standar tersebut salah satu aspek yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah pemenuhan karakteristik RSBI. Adapun pencapaian karakteristik RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang yang meliputi output, proses, dan input sebagai berikut :

1. Output Sekolah

Output pendidikan pada sekolah bertaraf internasional dapat dilihat dari prestasi akademik yang meliputi, jumlah DO (Drop Out), peningkatan nilai UN, dan prosentase lulusan. Sedangkan untuk prestasi non akademik dilihat dari keberhasilan sekolah meraih juara dalam berbagai lomba yang bertaraf nasional maupun internasional seperti olimpiade MIPA. SMP Negeri 2 Pangkalpinang selama fase rintisan untuk tingkat DO sangat kecil. Hal ini dapat dilihat dari hasil dokumentasi penulis pada tanggal 2 Oktober 2009 yang menggambarkan adanya diagram hasil nilai UN selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 nilai rata-rata tiga mata pelajaran 6.87, pada tahun 2008 turun menjadi 6.71, dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan 7.60. Pencapaian output sekolah yang berupa nilai UN secara khusus memang belum dapat menjadi indikator keberhasilan pencapaian standar RSBI. Akan tetapi, minimal SMP ini telah berhasil meluluskan siswa-siswinya melanjutkan ke SMA RSBI juga, yaitu SMA Negeri 1 Pangkalpinang. Hasil wawancara dengan responden 1 mengungkapkan bahwa

Kalau output nya secara umum sudah cukup baik. Pada tahun kemarin siswa kita diterima di SMA Negeri 1 Pangkalpinang sebanyak 3 kelas yang memang di sekolah tersebut melaksanakan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional juga. Ada juga sebagian dari alumni disini melanjutkan ke sekolah luar negeri. Bahkan baru-baru ini beberapa orang dari siswa-siswi disini dikirim untuk mengikuti ajang pertemuan tingkat internasional di Taman Laut Bunaken, Sulawesi Selatan.[3]

Pencapaian prestasi sekolah dalam bidang akademik lainnya juga terlihat pada ajang perlombaan seperti, debat bahasa inggris, pidato bahasa inggris, pidato bahasa Indonesia, lomba mengarang, lomba baca dan menulis dan olimpiade MIPA. Hasil wawancara dengan informan 3 mengungkapkan, “ Bagus. Untuk bidang akademik sekolah ini pernah ikut olimpiade MIPA dari tingkat provinsi sampai pada tingkat nasional. Kita juga sering ikut debat bahasa inggris “.[4] Hasil wawancara dengan informan 6 tanggal 9 Oktober 2009 mengungkapkan, “Lumayan bagus. Banyak lah yang sudah diterima disekolah unggulan. Prestasi non akademisnya juga bagus, sering dapet juara pada lomba-lomba seperti olimpiade MIPA dan olahraga “.[5]

Untuk prestasi non akademik, sekolah banyak menorehkan prestasi. Hal ini terlihat dari seringnya sekolah mendapat juara pada setiap perlombaan. Dan untuk prestasi yang berskala internasional belum begitu terlihat. Baru satu kali sekolah mengirimkan siswa-siswinya untuk ikut pada kegiatan pertemuan pelajar internasional yang di laksanakan di Taman Laut Bunaken.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pencapaian karakteristik RSBI yang berupa otput belum sepenuhnya tercapai, apalagi pada tingkat internasional. Sampai saat ini, sekolah belum bisa menghasilkan output yang bertaraf internasional seperti, masih minimnya lulusan dari sekolah yang melanjutkan di sekolah luar negeri. Walaupun ada siswa yang melanjutkan ke sekolah di luar negeri, sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala sekolah dalam wawancaranya, tapi hal itu belum dapat dijadikan indikator pencapaian output yang bertaraf internasional. Walaupun sekolah belum mampu untuk memenuhi standar output secara internasional, tapi sekolah terus melakukan upaya untuk memenuhi standar tersebut dengan terus melakukan kerjasama dengan beberapa sekolah yang sudah mempunyai prestasi internasional seperti SMP Negeri 3 Jakarta, SMP Al Azhar Jakarta, bahkan sekolah yang ada di Malaysia (School Sister).

2. Proses

Proses dalam pelaksanaan RSBI meliputi proses belajar mengajar, manajemen, dan kepemimpinan. Proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Pangkalpinang pada fase rintisan ini membagi kelas kedalam dua kategori, yaitu kelas internasional dan kelas regular. Khusus untuk siswa pada kelas yang diselenggarakan kelas bertaraf internasional berjumlah 24 anak. Hasil wawancara dengan informan 1 mengungkapkan, “ di sekolah ini proses pembelajaran pada dasarnya membagi kelas dalam dua kategori, yaitu kelas regular dan kelas internasional ”.[6] Dan hasil observasi tanggal 9 Oktober 2009 menggambarkan adanya pelaksanaan kelas bilingual pada kelas VII. Dalam pelaksanaannya, kedua kelas ini mempunyai karakteristik tersendiri.[7] Pada kelas internasional, proses belajar sudah menerapkan pembelajaran bilingual. Yaitu pembelajaran yang dalam bahasa pengantarnya menggunakan bahasa inggris dan bahasa indonesia khusus pada mata pelajaran hard sience seperti, matematika, ilmu pengetahuan alam, TIK, dan bahasa inggris. Sedangkan pada kelas regular proses belajar masih bersifat biasa, hanya menggunakan bahasa Indonesia. Baik pada mata pelajaran hard sience maupun mata pelajaran non hard sience. Hasil wawancara dengan informan 10 mengungkapkan,” iya, pelaksanaan kelas bilingual sudah dilaksanakan tiga tahun terakhir ”.[8] Pelaksanaan proses pembelajaran dengan membagi kelas dalam dua kategori, yaitu kelas regular dan kelas internasional dan bahasa pengantar dalam proses pengajarannya menggunakan bahasa inggris dan bahasa Indonesia merupakan salah satu karakteristik dari sekolah bertaraf internasional.

Disamping itu juga, karakteristik lain dari sekolah bertaraf internasional adalah penerapan pembelajaran berbasis ICT. Dalam buku panduan pelaksanaan RSBI meyebutkan bahwa, “ pengembangan pembelajaran pada sekolah RSBI diantaranya adalah menerapkan pembelajaran menggunakan fasilitas ICT secara optimal “.[9] Proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Pangkalpinang saat ini sudah menggunakan pembelajaran berbasis ICT. Hasil observasi tanggal 3 Oktober 2009 menggambarkan adanya fasilitas pembelajaran berbasis ICT seperti pada kelas internasional berupa, LCD TV, Tape, laptop, komputer, smart board, dan fasilitas internet yang dapat diakses kapan saja oleh seluruh warga sekolah. Pada kelas regular juga menggunakan fasilitas ICT dalam proses pembelajarannya. Hasil wawancara dengan informan 12 mengungkapkan,” iya sudah. Sekolah sudah dilengkapi dengan fasilitas ICT untuk menunjang proses belajar”.[10]

Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran, SMP Negeri 2 Pangkalpinang sejauh ini telah menerapkan beberapa program yang dapat menumbuhkan kreativitas siswa dan guru. Salah satu bentuk program tersebut adalah English day. Yaitu program peningkatan kompetensi dalam berbahasa inggris dimana setiap hari senin dan kamis seluruh warga sekolah wajib menggunakan bahasa inggris. Sekolah juga sudah menerapkan pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning).

Sekolah dalam proses pembelajaran juga telah menerapkan moving class atau entry exit. Yang di maksud dengan sistem entry exit yaitu “ bagi peserta didik pada kelas regular yang memenuhi syarat nilai tertentu dapat pindah pada kelas bertaraf internasional dan sebaliknya, bagi peserta didik yang tidak memenuhi syarat nilai tertentu (taraf internasional) harus pindah pada kelas regular”.[11] Pada aspek manajemen, SMP Negeri 2 Pangkalpinang tahun ini memperoleh sertifikat manajemen mutu ISO 9000 : 2001. Sertifikat tersebut bermakna bahwa ada komitmen meningkatkan mutu pengelolaan pendidikan dari civitas akademika sekolah. Mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pustakawan, laboran, tenaga kebersihan, keamanan, siswa, dan orang tua siswa bersama-sama untuk mewujudkan terselenggaranya sekolah bermutu melalui manajemen pengelolaan yang berstandar internasional.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, kegiatan belajar mengajar sejauh ini sudah cukup baik dengan adanya dukungan, kekompakan, dan kerjasama seluruh warga sekolah, masyarakat, komite sekolah, dan dinas pendidikan kota maupun provinsi. Peningkatan kualitas tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain komitmen tenaga pendidikan yang responsif dan antisipatif untuk berubah kepada yang lebih baik, kominikasi yang efektif, dan keterbukaan antar warga sekolah. Semisal adanya komitmen sekolah untuk terus mengupayakan pemenuhan fasilitas yang dirasa kurang untuk mencapai standar internasional yang dianggarkan pada setiap tahun akademik. Selain itu juga adanya pengaruh sumber daya manusia yang professional dalam mengoperasikan sekolah, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar. Karakteristik yang berhasil juga bisa dilihat bagaimana SMP ini bisa mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah dalam mengatur dan mengelola dirinya sendiri baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program. Sekolah juga berhasil menerapkan demokratisasi didalam lingkungan sekolah dengan adanya kotak saran yang pada setiap minggunya dievaluasi. Pengelolaan sekolah seperti ini merupakan salah satu ciri dari sekolah bertaraf internasional.

Walaupun beberapa karakteristik yang tercakup dalam proses pembelajaran di sekolah sudah berjalan sesuai dengan standar atau karakteristik RSBI, akan tetapi pelaksanaannya perlu ditingkatkan kembali.

3. Input

Masukan atau input berupa siswa baru sangat penting agar dapat menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang diinginkan. Untuk mendapatkan masukan tersebut SMP Negeri 2 Pangkalpinang melakukan penjaringan siswa baru secara selektif berdasarkan prosedur penerimaan siswa pada sekolah rintisan bertaraf internasional yang dilakukan satu kali dalam setahun. Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah yang termuat dalam buku Panduan Pelaksanaan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional mengungkapkan bahwa :

Sekolah bertaraf internasional mensyaratkan calon siswa baru harus memiliki kompetensi dan kecerdasan tinggi. Hal ini didasari oleh tuntutan kurikulum bertaraf internasional, yang mengharuskan anak-anak yang masuk dalam kelas internasional harus mampu berkompetisi secara global dengan anak-anak dari Negara lain. Beberapa kemampuan umum yang lazim menjadi tolak ukur keinternasionalannya adalah kemampuan berkomunikasi dalam bahasa inggris (bahasa asing), kemampuan dalam sain, dalam bidang teknologi, dan kemampuan lain yang bersifat inovatif dan kreatif.[12]

Persyaratan pendaftaran yang dilaksanakan pada SMP Negeri 2 Pangkalpinang meliputi seleksi administratif berupa nilai UN, seleksi akademik meliputi, tes tertulis (MIPA, Bahasa Indonesia, dan pengetahuan umum) dan tes lisan, bahasa inggris, tes bakat dan minat, kecerdasan (psikotes), wawancara dengan calon peserta didik dan orang tua wali, tes komputer. Hasil wawancara dengan informan 3 mengungkapkan,” iya, untuk rekrutmen siswa baru, apalagi untuk kelas RSBI kita mengikuti ketentuan dari Direktorat Jakarta”.[13] Kelas dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kelas regular dan kelas internasional pada kelas VII, VIII, IX. Untuk calon siswa yang tidak lulus pada seleksi pada kelas internasional maka siswa dimasukkan pada kategori kelas regular. Jumlah siswa pada kelas internasional dibatasi sebanyak 20-24 rombongan belajar (rombel). Sedangkan untuk kelas regular berjumlah 30 rombongan belajar. Dengan demikian prosedur dan proses seleksi yang ketat tersebut merupakan ciri penting keberhasilan RSBI. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pencapaian pelaksanaan RSBI agar berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.    Sedangkan untuk kurikulum yang diterapkan di SMP Negeri 2 Pangkalpinang adalah KTSP Plus untuk kelas internasional.

Dalam pelaksanaanya sekolah juga membentuk tim pengembang RSBI sesuai dengan acuan dari Dirjen yang berjumlah 7 orang. Adapun tugas dari tim pengembang RSBI ini yang utama antara lain : a) menyusun atau membuat RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) penyelenggaraan SBI, b) membuat renstra untuk beberapa tahun kedepan, c) bertanggung jawab terhadap terlaksananya program SBI, dan d) evaluasi secara berkelanjutan. Beberapa komponen tersebut sudah dilaksanakan oleh SMP Negeri 2 Pangkalpinang.

Dilihat dari latar belakang pendidikan guru, masih terdapat beberapa guru yang belum memenuhi kualifikasi standar minimal RSBI yaitu harus 100% berstrata satu (S1) dan terus mengupayakan guru dengan kualifikasi S2 minimal 20 %. Saat ini persentase guru dengan kualifikasi S2 12 %, kualifikasi S1 70 %, kualifikasi D3 9 %, dan kualifikasi D2 9. Persentase kualifikasi guru dapat dilihat dari diagram berikut:

Kemampuan guru dalam penguasaan ICT dalam proses pembelajaran cukup baik. Rata-rata semua guru mampu menggunakan perangkat ICT dalam pembelajaran. Hasil wawancara dengan informan 8 mengungkapkan,” iya, mampu. Saya pikir hampir semua guru bisa menggunakan perangkat ICT ”.[14] Untuk guru yang mengajar pada kelas internasional semuanya sudah mampu menggunakan perangkat ICT. Karena pada dasarnya untuk masing-masing kelas RSBI telah dilengkapi dengan perangkat ICT, seperti smart board, laptop, TV, LCD, dan tape. Jadi kualifikasi akademik dan kemampuan guru menggunakan perangkat ICT di SMP Negeri 2 Pangkalpinang sudah mengarah pada ciri RSBI. Hanya pihak sekolah perlu mengupayakan program peningkatan kapasitas guru tentang bahsa inggris.

Pemenuhan standar RSBI lainnya yang menyangkut kompetensi guru adalah kemampuan dalam bahasa inggris. Dalam buku panduan pelaksanaan RSBI diungkapkan bahwa, “ untuk standar guru SBI harus baik dengan standar score TOEFL minimal 500 “.[15] Kemampuan guru di SMP Negeri 2 Pangkalpinang dalam hal penguasaan bahasa inggris saat ini masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan masih banyknya guru yang belum ikut tes TOEFL dan mencapai scor standar. Hasil wawancara dengan informan 9 mengungkapkan,” saya belum pernah ikut tes TOEFL “.[16] Hasil wawancara dengan informan 2 mengungkapkan,” saya belum pernah ikut “.[17] Hanya ada satu orang guru bahasa inggris yang sudah memenuhi standar TOEFL 500. Termasuk kepala sekolah pun belum pernah ikut tes TOEFL, tapi hanya mengikuti tes TOEIC. Akan tetapi, saat ini sekolah terus mengupayakan program-program untuk meningkatkan kapasitas guru dalam bahasa inggris. Mulai dari mewajibkan sumua guru termasuk staf TU untuk ikut kursus bahasa inggris yang dijadwalkan setiap hari kamis. Selain itu juga sekolah membuat program In Hause Training. Yaitu program dalam rangka membantu guru-guru yang belum mampu dalam penguasaan bahasa inggris dibimbing oleh guru-guru yang sudah mampu dalam penguasaan bahasa inggris. Dan juga sekolah mengadakan program team teaching dengan tujuan untuk membantu guru-guru yang belum mampu mengajar  dalam bahasa inggris dikelas. Jadi dalam satu kelas ada dua orang guru, satu guru yang mampu dan satu guru yang kurang mampu dalam penguasaan bahasa inggris. Program ini sudah berjalan 3 tahun sejak sekolah ditetapkan sebagai Sekolah Standar Nasional dengan membuka kelas Billingual. Standar dalam pelaksanaan RSBI juga mengharuskan kepada sekolah mempunyai tenaga konselor atau guru bimbingan konseling (BK) yang memang punya spesialisasi pendidikan sebagai guru BK. SMP Negeri 2 Pangkalpinang saat ini punya 2 orang guru BK. 1 orang guru dengan spesialisasi pendidikan guru BK, dan 1 orang lagi tidak punya spesialisasi sebagai guru BK. Terpenuhinya standar guru BK ini juga merupakan salah satu standar minimal pelaksanaan RSBI.

Tenaga kependidikan (laboran atau tata usaha) di SMP Negeri 2 Pangkalpinang sudah dilengkapi aplikasi perangkat lunak (soft ware) komputer dengan dilengkapi fasilitas internet yang memadai. Semua tenaga kependidikan menguasai komputer didalam menjalankan tugasnya. Untuk kualifikasi akademik tenaga kependidikan bervariasi maulai dari D3 sampai dengan S1 dengan spesialisasi bidang kerja. Hal ini sudah sesuai dengan standar pengembangan sekolah rintiisan bertaraf internasional. Dalam penyelenggaraan RSBI tenaga kependidikan juga dituntut untuk menguasai bahasa inggris dengan scor TOEFL minimal 450. Saat ini kemampuan tenaga kependidikan di SMP Negeri 2 Pangkalpinang belum terpenuhi sesuai dengan standar SBI. Pengalaman kerja tenaga kependidikan sudah baik, rata-rata mereka sudah lama bekerja, walaupun ada sebagian yang baru masuk. Dengan demikian, pencapaian standar tenaga kependidikan untuk kualifikasi akademik, pengalaman kerja, dan kemampuan dalam bidang kerja sudah mengarah pada pencapaian standar SBI.

Dalam buku panduan pengembangan RSBI diungkapkan bahwa :

Sebagai rintisan SMP – BI, setiap sekolah harus memiliki sarana dan prasarana pokok sebagai berikut : tanah, gedung, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium fisika-kimia-biologi-komputer-bahasa-IPS, kantin, auditorium, sarana olah raga, pusat belajar dan riset guru, unit kesehatan, toilet, tempat ibadah, tempat bermain dan rekreasi yang bertaraf internasional. [18]

SMP Negeri 2 Pangkalpinang saat ini mempunyai luas tanah keseluruhan 24.800 m2 dengan status hak pakai milik pemerintah Kota Pangkalpinang. Luas ini sudah memenuhi standar SBI yang disyaratkan minimal 15.000 m2 (1.5 ha). Terdiri dari ruang kelas sebanyak 34 ruang, laboratorium bahasa 1 unit, laboratorium IPA 1 unit, laboratorium komputer 2 unit dengan kapasitas 30 siswa dan dilengkapi dengan internet, 3 unit kantin, 1 unit ruang TU, 1 unit ruang BK, 2 unit tempat parker siswa dan guru, aula 1 unit, ruangan teacher centre 1 unit, ruang multimedia 1 unit, perpustakaan 1 unit dengan kapasitas sekitar 30 anak, 1 unit ruang kepala sekolah, 1 unit ruang wakil kepala sekolah, 2 unit kontor guru, 1 unit ruang UKS, 1 unit ruang pramuka, 1 unit ruang OSIS, 1 unit musholah, 1 unit gudang, 1 unit toilet guru, 2 unit toilet siswa, 1 unit lapangan basket, dan 2 unit lapangan volley.  Letak sekolah sangat kondusif dan mudah terjangkau oleh kendaraan umum semua jurusan. Dengan adanya lahan yang luas dimiliki oleh sekolah sangat memungkinkan untuk sekolah melengkapi fasilitas sekolah.

Sarana dan prasarana yang terdapat di SMP Negeri 2 Pangkalpinang saat ini sudah memenuhi kriteria pokok sebagai sekolah rintisan bertaraf internasional. Hal ini dibuktikan dengan sudah terpasangnya fasilitas internet di lingkungan sekolah dan adanya kelengkapan standar peralatan belajar yang berbasis ICT. Komponen – komponen sarana prasarana yang dimiliki oleh sekolah diatas sudah bercirikan standar RSBI. Mulyasa, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Joko Susilo mengungungkapkan bahwa :

Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada disekolah. Disamping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitataif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar, maupun murid-murid sebagai pelajar. [19]

Selain itu, sekolah berhasil mengembangkan budaya/kultur yang kondusif bagi peningkatan efektivitas pembelajaran. Sekolah telah membuat beberapa kebijakan budaya mutu yang disertai dengan program-program sekolah yang mengarah pada pencapaian efektivitas sekolah. Salah satunya adalah, sekolah menerapkan kepada seluruh warga sekolah setiap hari senin dan kamis wajib menggunakan bahasa inggris didalam lingkungan sekolah. SMP Negeri 2 Pangkalpinang menerapkan 9 budaya sekolah antara lain, 1) budaya senyum, 2) budaya sapa dan salam, 3) budaya jabat tangan, 4) budaya sopan dan santun, 5) budaya bersih, 6) budaya membaca dan senang belajar, 7) budaya malu, 8) budaya tepat waktu, 9) budaya kerja keras.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemenuhan karakteristik RSBI yang mencakup input di SMP Negeri 2 Pangkalpinang secara umum sudah cukup terpenuhi dan berjalan cukup baik. Sekolah memiliki tim pengembang kurikulum, menerapkan kurikulum KTSP plus, jumlah guru dan guru BK terpenuhi sesuai dengan standar, menerapkan pembelajaran berbasis ICT, komposisi dan pengalaman tenaga kependidikan yang memadai, dan mempunyai program yang jelas tentang pembinaan siswa. Capaian ini semua adalah ciri dari sekolah bertaraf internasionl.  Akan tetapi, ada beberapa hal yang saat ini belum terpenuhi oleh sekolah seperti, kemampuan bahasa inggris para guru yang belum memadai. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya para guru dan tenaga kependidikan yang belum bisa mencapai standar minimal TOEFL. Kualifikasi guru minimal 100 % S1 dan kualifikasi guru minimal 20 % S2 juga masih belum terpenuhi. Dan standar sarana dan prasarana sekolah yang bertaraf internasional belum sepenuhnya tercapai.

B. Tahapan Pelaksanaan Dan Hambatan Yang Dihadapi SMP Negeri 2 Pangkalpinang Dalam Pelaksanaan RSBI

Tahap-tahap pelaksanaan sekolah rintisan bertaraf internasional berhasil dilalui oleh SMP Negeri 2 Pangkalpinang sesuai dengan konsepnya. Mulai dari sosialisasi sekolah berjalan lancar karena sudah disesuaikan dengan sistem, budaya, dan sumber daya sekolah. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh SMP Negeri 2 Pangkalpinang dalam mensosialisasikan pelaksanaan RSBI ini yaitu, melalui media internet, media massa, sepanduk-sepanduk, atau langsung datang ke sekolah-sekolah. Hasil wawancara dengan informan 3 mengungkapkan,” kami biasanya mengedarkan surat ke seluruh SD yang ada di kota pangkalpinang, pasang iklan di media massa, dan memasang sepanduk “.[20] Hasil wawancara dengan informan 1 mengungkapkan, “ sosialisasi dilakukan kepada semua warga sekolah, kepada guru dengan rapat-rapat, komite sekolah, kepada siswa dan orang tua siswa dengan pengarahan dan kepada masyarakat melalui media masa dan elektronik “.[21]

Tujuan situasional sekolah sudah dirumuskan sebelum sekolah rintisan bertaraf internasional dilaksanakan sekaligus mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan. Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Oportunity, dan Threat)          atau kekuatan, peluang, kelemahan, dan ancaman dilakukan untuk mengenal kesiapan setiap fungsi sekolah untuk mencapai sasaran sekolah yang telah ditetapkan. Hasil wawancara dengan informan 8 mengungkapkan,” iya, kita biasanya ada tim evaluasi tiap tahunnya”.[22] Hasil wawancara dengan informan 2 mengungkapkan bahwa,” setahu saya analisis SWOT selalu dilakukan setiap tahunnya”.[23] Dalam buku Panduan Pelaksanaan SRBI dijelaskan bahwa dalam melakukan analisis fungsi dan faktor-faktornya maka berlaku ketentuan-ketentuan berikut :

Untuk tingkat kesiapan yang memadai , artinya minimal memenuhi kriteria kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekuatan bagi faktor internal atau peluang bagi factor eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi kriteria kesiapan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagi faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal. [24]

Setelah sekolah melakukan analisis SWOT maka sekolah mimilih langkah pemecahan permasalahan dan menyusun serta melaksanakan rencana dan program peningkatan mutu. Setelah program berjalan dilakukan, maka selanjutnya dilakukan monitoring evaluasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Pangkalpinang melibatkan semua warga sekolah untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Hasil observasi tanggal 13 Oktober 2009 menggambarkan kepala sekolah, guru, dan staf TU mengadakan rapat membahas persiapan pelaksanaan manajemen mutu sekolah untuk memperoleh sertifikat ISO 9001 : 2000. Hasil wawancara dengan informan 1 mengungkapkan,” sekolah melakukan monitoring secara rutin, baik dari sekolah maupun pemerintah”.[25] Dan hasil evaluasi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan sasaran mutu baru.

Sedangkan hambatanatau kendala yang dihadapi sekolah dalam pelaksanaan RSBI yang paling mendasar sebagaimana yang diungkapkan oleh guru dan kepala sekolah ialah kurangnya kemampuan guru-guru dalam bahasa inggris. Hasil wawancara dengan informan 6 mengungkapkan, “ untuk sekarang kendala yang harus diperhatikan adalah kurangnya kemempuan guru tentang bahasa inggris. Karena guru harus menggunakan bahasa inggris pada kelas internasional”.[26] Apalagi untuk guru sience, matematika, bahasa inggris, dan TIK yang memang harus menyampaikan materi dikelas menggunakan bahasa pengantar bahasa inggris. Akan tetapi, sekolah sudah membuat program-program peningkatan kapasitas guru melalu team teaching, kursus conversation, workshop pembelajaran bahasa inggris, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Pihak sekolah juga telah membuat kerjasama dengan lembaga luar sekolah yang concern terhadap pengembangan bahasa yang langsung mendatangkan native speaker ke sekolah satu minggu sekali.

Kendala lain yang dihadapi sekolah yaitu perlu adanya peningkatan kinerja guru BK. Hasil wawancara dengan informan 5 mengungkapkan,” untuk guru BK, pelayanan bimbingan kepada siswa harus ditingkatkan dengan cara guru yang harus lebih aktif menemui siswa”.[27] Kurangnya keaktifan dari guru BK dalam melayani siswa terlihat dari observasi penulis selama di lokasi penelitian. Dan kendala lain yang dihadapi sekolah dalam pelaksanaan RSBI ini adalah pemenuhan sarana dan prasarana (Sarpras). Standar sarpras yang saat ini dimiliki oleh sekolah jika diukur dalam taraf internasional memang belum terpenuhi. Hasil wawancara dengan informan 7 mengungkapkan,” standar sarana dan prasarana yang bertaraf internasional juga menjadi kendala dalam pelaksanaan RSBI ini”.[28]

C. Peran Kepala Sekolah dan Guru Dalam Pelaksanaan RSBI

Tugas kepala sekolah dalam pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang sudah cukup baik. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuannya sebagai motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, dan yang menetapkan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Hasil wawancara dengan kepala sekolah mengungkapkan,” sampai saat ini saya terus mengupayakan yang terbaik untuk mengembangkan sekolah ini. Saya juga melakukan evaluasi rutin untuk melihat pencapaian hasil dan kinerja para guru”.[29] Kepala sekolah juga mempunyai kinerja kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan tersebut antara lain dalam hal memberdayakan semua warga asekolah dalam hal proses belajar mengajar, kemampuan menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar sehingga terjadi hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat. Kemampuan kepala sekolah dalam menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan juga menghasilkan tugas dan pekerjaan sekolah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu, pengalaman lapangan, pengalaman pendidikan, serta wawasan yang cukup luas juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan program ini.

Sedangkan peran guru dalam pelaksanaan RSBI juga sudah cukup baik. Selain sebagai tenaga kependidikan juga sebagai pemegang peran utama sebagai demonstrator yaitu contoh menjadi pembelajar dan pendidik yang baik. Hasil wawancara dengan informan 3 mengungkapkan,” saya mengajar tentunya sesuai dengan RPP dalu, dan kalau situasi memungkinkan saya menggunakan power point juga”.[30] Sebagai pengelola kelas yaitu pemegang kendali jalannya proses belajar mengajar. Sebagai mediator dan fasilitator yaitu bagaimana memudahkan siswa menerima pelajaran. Hasil wawancara dengan informan 8 mengungkapkan,” jika saya mengajar sering menggunakan media seperti, laptop, TV, VCD, gambar-gambar, dan benda kerja lainnya sesuai dengan materi pelajaran”.[31] Dan sebagai evaluator yaitu menjadi penilai pendidikan dan pembelajaran.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis kualitatif dan pembahasan penelitian maka dapat diambil kesimpulan tentang pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang sebagai berikut :

  1. Sejauh ini pemenuhan karakteristik RSBI yang mencakup  output, proses, dan input di SMP Negeri 2 Pangkalpinang secara umum sudah terpenuhi. Walaupun ada kendala yang dihadapi sekolah seperti, kurangnya pemahaman guru dalam bahasa inggris, output yang belum mencapai level internasional baik lisan maupun tulisan, layanan bimbingan dan konseling dari guru BK, dan pemenuhan standar sarana dan prasarana yang bertaraf internasional. Sekolah juga perlu meningkatkan pemahaman guru tentang pendekatan pembelajaran CTL.
  2. Pelaksanaan RSBI di SMP Negeri 2 Pangkalpinang saat ini sudah berjalan baik, mulai dari karakteristik sekolah yang meliputi output, proses, dan input, kesiapan tenaga pendidik, staf tata usaha menghadapi pengembangan RSBI, dan pembiayaan sekolah itu sendiri.
  3. Dalam pelaksanaan RSBI ini sekolah menemui beberapa kendala seperti, belum terpenuhinya kualifikasi akademik guru, penggunaan pendekatan pembelajaran CTL, penguasaan bahasa inggris secara lisan maupun tulisan, pemenuhan sarana dan prasarana yang bertaraf internasional, dan pembiayaan sekolah. Kendala tersebut muncul karena SBI merupakan konsep baru dalam dunia pendidikan dan kurangnya kesiapan guru, pihak sekolah, maupun pemerintah dalam menghadapi perubahan kebijakan pemerintah yang begitu cepat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan saran sebagai berikut :

  1. Untuk Guru

Kurangnya kemampuan guru dalam penguasaan bahasa inggris baik lisan maupun tulisan, tentang konsep SRBI itu sendiri, pendekatan pembelajaran CTL, perlu diimbangi dengan pelatihan-pelatihan, workshop, ataupun kursus yang sifatnya praktis sehingga memberikan kemudahan guru untuk menerapkan konsep tersebut.

2.   Untuk Kepala Sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah perlu ditingkatkan untuk menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi sekolah. Kepala sekolah juga hendaknya meningkatkan hubungan baik dengan masyarakat dan pemerintah daerah dalam rangka pengembangan sekolah.

3.   Untuk Pemerintah

Pada tataran pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah setidaknya dapat membantu penguatan kapasitas guru, kepala sekolah, maupu siswa melalui bantuan pembiayaan yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, “Evaluasi Pendidikan” (online) available: http://pendidikan millennium.blogspot.com., 2009 (diakses tanggal 27 Febuari 2010)

Anas Sudijono. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Cet. III. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Direktorat PSMP. 2007. Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN), Jakarta : Depdiknas

Direktorat PSMP. 2008. Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan SBI. Jakarta : Depdiknas

Dodi Nandika. 2007. Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan. Jakarta : Pustaka LP3ES

Janawi. 2007. Kompetensi Guru : Citra Guru Profesional. Sungailiat : Shiddiq Press

Musaheri. 2007. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta : IRCiSoD

H.A.R. Tilaar. 2001. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta

Nana Syaodih, dkk, 2008. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah : Konsep, Prinsip, dan Instrumen. Bandung : PT. Refika Aditama

Ngalim Purwanto. 1990. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Ngalim Purwanto. 2004. Administrasi dan Supervsi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Tim Penyusun. 2008. Himpunan Perundang-Undangan RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta : Nuansa Aulia

Muhammad Joko Susilo. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Mulyasa. 2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Oemar Hamalik. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Oemar Hamalik. 2003. Perencanaan Pengejaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Said Hamid Hasan. 1988. Evaluasi Kurikulum. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan : Prinsip dan Operasionalnya. Cet. II. Jakarta : Bumi Aksara

SMP Negeri 1 Kesamben Blitar. 2008 “Mengapa SMP Negeri 1 Kesamben Menjadi RSBI ?” (Online), available: http:// www.smp1slawi.sch.id., diakses 22 Agustus 2008.

Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Cet. VIII. Jakarta : PT Bumi Aksara

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. dan R & D. Bandung : Alfabeta


[1] Direktorat PSMP, Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan Sekolah Menengah Pertama Bertaraf Internasional, (Jakarta : Depdiknas, 2008), hal. 13

[2] Ibid., hal. 47

[3] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang  8 Oktober 2009

[4] Hj. Herlina, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[5] Nurul Akbari, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[6] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang  8 Oktober 2009

7 Observasi, Kegiatan Belajar Mengajar  Pada Kelas Internasional

8 Anik Purwanti, S.Pd, Guru, Wawancara pribadi, Pangkalpinang, 12 Oktober 2009

[9] Direktorat PSMP, op.cit., hlm. 121

[10] Makmur Simanjuntak, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 3 Oktober 2009

[11] Direktorat PSMP, op.cit., hlm. 117

[12] Direktorat PSMP, op.cit., hlm. 61

[13] Hj. Herlina, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[14] Rati Fawari, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 12 Oktober 2009

[15] Ibid., Hal. 212

[16] Soepriyati, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 12 Oktober 2009

[17] Dra. Sri Indrayati, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 3 Oktober 2009

[18] Direktorat PSMP, op.cit., hlm. 128

[19] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), Cetakan Pertama, 2007, Hal. 65-66

[20] Hj. Herlina, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[21] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang 8 Oktober 2009

[22] Rati Fawari, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 12 Oktober 2009

[23] Dra. Sri Indrayati, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 3 Oktober 2009

[24] Direktorat PSMP, op.cit.,

[25] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 8 Oktober 2009

[26] Nurul Akbari, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[27] Ndang Wibowo, M.Or, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[28] Dewi Mulyati, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 3 Oktober 2009

[29] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 8 Oktober 2009

[30] Hj. Herlina, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 9 Oktober 2009

[31] Rati Fawari, S.Pd, Guru, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang, 12 Oktober 2009


[1] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang 28 Juli 2009

[2] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang 28 Juli 2009

[3] Sulasminah, S.Pd, Kepala Sekolah, Wawancara Pribadi, Pangkalpinang 28 Juli 2009

[1] Sukardi, Evaluasi Pendidikan : Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta : PT Bumi Aksara, cetakan kedua 2009), hal. 1

[2] Ibid., hal. 1

[3] Said Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1988), hal. 13

[4] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 3

11 Adrian “Evaluasi Pendidikan” (online) available: http://pendidikan millennium.blogspot.com., diakses tanggal 27 Febuari 2010

12 Ibid.,

13 Anas Sudijono, op.cit., hal. 2

[8] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008), hal. 3

[9] Direktorat PSMP, Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN), (Jakarta : Depdiknas, 2007), hal. 5

[10] Ibid., hal. 5

[11] Tim Penyusun, Himpunan Perundang-Undangan RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta : Nuansa Aulia, 2008), hal. 127

[12] Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN), loc. cit.

[13] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal. 50

12. Ibid., hal. 19

[15] Direktorat PSMP, Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan SBI, (Jakarta : Depdiknas, 2008), hal. 47

[16] Ibid,. hal. 10

[17] Ibid., hal. 13

[18] Ibid., hal. 14-15

[19] Ibid., hal. 80-84

[20] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Kedelapan, 2006), hal. 25

[21] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Pertama, 1999), hal. 17

[22] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervsi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Kelimabelas, 2004), hal. 26

[23] Ibid., hal. 106-111

[24] Direktorat PSMP, loc. cit.

[25] Ibid., hal. 125

[26] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, cetakan ketiga, 2004), hal. 37-38

[27] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengejaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, cetakan kedua, 2003), hal. 45


[1] Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan,  (Jakarta : Pustaka LP3ES,  2007),  hal. 4

[2] Janawi, Kompetensi Guru : Citra Guru Profesional, (Sungailiat : Shiddiq Press, 2007), hal. 13-14.

[3] Musaheri, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta : IRCiSoD, 2007), hal. 89.

[4] Ibid., hal. 102

[5] H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 75.

[6] Nana Syaodih, dkk, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah : Konsep, Prinsip, dan Instrumen, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2008), hal. 6-7.

Tinggalkan komentar